Dibalik aksi heroik dan kostum keren, ada sisi kelam dari dunia Kamen Rider yang bahkan bikin orang dewasa merinding.
Siapa yang nggak kenal Kamen Rider? Tokusatsu legendaris ini udah jadi bagian dari masa kecil banyak orang—lengkap dengan pose henshin keren, motor kece, dan musuh yang selalu bisa dikalahkan. Tapi jangan salah, nggak semua seri Kamen Rider cocok buat anak-anak
Di balik topeng penuh gaya dan jargon pahlawan keadilan, ada juga cerita-cerita Kamen Rider yang justru terasa terlalu kelam, dewasa, dan tragis.
Di artikel ini, Titipers bakal diajak menyelami 7 seri Kamen Rider paling gelap yang pernah tayang. Yuk, kita mulai dari yang “lumayan gelap” sampai yang bikin kamu bilang, “Ini sih bukan Kamen Rider yang aku kenal!”
Jangan Ajak Adek/Anak Kamu Nonton 7 Seri Kamen Rider Ini!
Buat banyak fans, Kamen Rider Black adalah salah satu seri paling ikonik dan juga paling kelam. Ceritanya mengikuti kisah Kotaro Minami, seorang pemuda biasa yang diculik dan diubah jadi cyborg oleh organisasi jahat Gorgom. Tapi itu baru awal dari mimpi buruknya.
Yang bikin segalanya makin tragis, Nobuhiko, saudara angkatnya sendiri, juga mengalami nasib serupa… dan malah jadi Shadow Moon, musuh utamanya! Dari sinilah konflik batin yang berat dimulai—bukan cuma soal menyelamatkan dunia, tapi juga soal menghadapi orang yang pernah ia anggap keluarga.
Serial ini nggak punya banyak ruang untuk tawa. Nuansanya gelap, musiknya depresif, dan pertarungannya terasa hidup dan menyakitkan. Setiap langkah Kotaro terasa berat, penuh beban sebagai pahlawan yang tidak pernah ia minta jadi.
Kamen Rider Black jadi titik balik dalam sejarah waralaba—lebih dewasa, lebih serius, dan jelas bukan tontonan ringan buat anak kecil. Ada penculikan, eksperimen manusia, dan tema pengkhianatan yang bikin kamu berpikir ulang, “Ini Kamen Rider beneran, kan?”
6. Kamen Rider Amazon
Bayangkan: seorang pemuda yang tumbuh di tengah rimba Amazon, hidup bersama alam liar, tanpa mengenal peradaban modern. Itulah Daisuke Yamamoto, tokoh utama dari Kamen Rider Amazon, seri paling “tidak biasa” dalam sejarah Kamen Rider. Setelah menerima kekuatan misterius dari suku Inca, ia berubah menjadi pahlawan bertaring tajam dan bertarung bukan dengan teknologi, melainkan dengan insting purba.
Berbeda jauh dari citra Kamen Rider yang stylish dan berjiwa keadilan, Amazon tampil sebagai sosok buas yang lebih menyerupai monster daripada pahlawan. Ia mencakar, menggigit, mencabik musuh-musuhnya dengan cara yang lebih mirip predator daripada manusia. Beberapa adegan bahkan menampilkan cipratan darah, jeritan kesakitan, dan pertarungan yang lebih cocok ditayangkan tengah malam ketimbang pagi hari.
Yang membuat kisah ini makin tragis adalah sisi emosionalnya, di mana Daisuke harus menghadapi kenyataan bahwa ibunya sendiri telah berubah menjadi monster akibat ulah organisasi jahat Geddon. Ini bukan sekadar cerita tentang pahlawan melawan penjahat; ini adalah kisah tentang siapa diri kita sebenarnya, rasa kesepian karena berbeda, dan pergulatan antara mengikuti naluri atau memilih tetap jadi manusia.
Meski hanya tayang selama 24 episode, dampak psikologis dari Kamen Rider Amazon sangat besar. Di masa penayangannya, banyak orang tua menilai serial ini terlalu menyeramkan dan tidak layak ditonton anak-anak. Meski begitu, pengaruhnya justru signifikan dalam membuka jalan bagi beberapa season Kamen Rider berikutnya untuk berani mengeksplorasi sisi kelam dan tema yang lebih dewasa dalam dunia sang pahlawan.
5. Kamen Rider Faiz
Kamen Rider Faiz menyajikan konflik emosional antara manusia dan Orphnoch, ras evolusi baru manusia yang dianggap ancaman. Takumi Inui, sang protagonis, terseret ke dalam konflik ini, bukan karena ingin, tapi karena keadaan memaksanya. Bukan cuma soal adu pukulan, konflik dalam Faiz juga menggali sisi moral mengenai siapa yang benar dan siapa yang salah.
Cerita ini penuh tragedi. Banyak karakter dengan niat baik justru berakhir menyedihkan. Takumi sendiri digambarkan sebagai pribadi tertutup, ragu-ragu, dan sering merasa terasing. Serial ini menawarkan tema berat seperti pengkhianatan, dilema moral, dan tekanan sosial, dengan atmosfer suram yang diperkuat oleh desain kostum dan musik yang muram.
Lebih dari sekadar konflik antar ras, Faiz juga menyoroti bagaimana kekuasaan bisa menghancurkan hubungan antar karakter. Organisasi Smart Brain, misalnya, memanipulasi masyarakat demi kepentingannya sendiri. Tema konspirasi, kematian, dan keputusasaan membuat serial ini terasa lebih seperti drama distopia ketimbang tayangan anak-anak.
4. Kamen Rider Kuuga
Berbeda dari season-season sebelumnya, Kamen Rider Kuuga membawa waralaba ini ke arah yang jauh lebih dewasa. Yusuke Godai, sang protagonis, harus menghadapi Grongi—ras pembunuh yang menjadikan manusia sebagai target dalam permainan maut. Tiap kemunculan mereka bukan hanya aksi jahat biasa, tapi mimpi buruk yang melibatkan pembunuhan brutal dan teror psikologis.
Grongi bukan sekadar monster. Mereka beroperasi layaknya pembunuh berantai, dengan metode yang terus berkembang dan korban yang makin banyak. Serial ini menggambarkan bagaimana masyarakat dan aparat kepolisian berjuang di bawah tekanan konstan, menciptakan atmosfer yang lebih mirip drama kriminal ketimbang tokusatsu anak-anak.
Di tengah semua itu, Yusuke harus menanggung beban sebagai satu-satunya yang bisa menghentikan kekacauan. Tapi semakin kuat Kuuga menjadi, semakin besar pula risiko ia kehilangan kemanusiaannya. Serial ini bukan cuma soal melawan musuh di luar, tapi juga tentang menjaga cahaya di dalam diri sendiri agar tidak padam.
Dengan pendekatan realistis, minim humor, dan tensi emosional yang tinggi, Kuuga jelas terlalu berat untuk ditonton anak-anak.
3. Kamen Rider Blade
Blade mengangkat kisah Kazuma Kenzaki, sang Kamen Rider Blade, yang terjebak dalam pertarungan hidup-mati melawan para Undead—makhluk abadi yang memicu turnamen berdarah demi menentukan bentuk kehidupan tertinggi. Turnamen ini dikendalikan oleh organisasi misterius bernama BOARD, dan ironisnya, sesama Rider pun dipaksa saling bertarung demi kemenangan.
Konflik emosional memuncak ketika Kenzaki harus menghadapi Hajime Aikawa alias Kamen Rider Chalice—seorang Undead yang hanya ingin hidup tenang sebagai manusia. Pertarungan mereka bukan soal menang atau kalah, melainkan tentang mempertahankan kemanusiaan di tengah tekanan takdir. Blade mengeksplorasi bagaimana pahlawan bisa menjadi musuh tergelap bagi satu sama lain.
Dengan tema pengorbanan, krisis identitas, dan beban emosional yang terus menumpuk, Blade menyoroti sisi paling kelam dari para pahlawan. Trauma, kesepian, dan pilihan sulit membentuk narasi yang suram namun menyayat. Banyak penggemar mengingat season ini bukan karena aksi spektakuler, tapi karena akhir ceritanya yang menyisakan luka mendalam.
Jika Titipers mencari tontonan ringan penuh tawa, Blade jelas bukan pilihan. Tapi bagi penonton dewasa yang siap merenung, ini adalah salah satu Kamen Rider paling tragis yang pernah ada.
2. Kamen Rider Gaim
Jangan tertipu oleh kostum cerah dan tema buah-buahan Kamen Rider Gaim. Seri ini mungkin terlihat ringan di awal, tapi seiring berjalannya waktu, ceritanya berubah menjadi sangat kompleks dan gelap. Dimulai dari kompetisi tim dansa jalanan, cerita Gaim cepat melompat ke perang antar Rider, manipulasi ilmuwan gila, hingga invasi makhluk dari dimensi gelap bernama Helheim.
Transformasi cerita dari cerita remaja menjadi kisah epik penuh tragedi menjadi salah satu kekutan utama serial. Karakter-karakter yang awalnya tampak biasa berubah menjadi sosok tragis maupun antagonis yang kompleks. Kouta Kazuraba, sang protagonis, pada akhirnya harus meninggalkan sisi manusianya demi menyelamatkan dunia. Sementara itu, Sengoku Ryoma memanfaatkan konflik ini sebagai ajang eksperimen.
Lebih dari sekadar aksi, Gaim memuat tema besar tentang takdir, kehendak bebas, dan beban moral dalam kekuasaan. Jika Titipers mengira Gaim hanyalah seri ramah anak, maka kamu belum melihat bagaimana ceritanya perlahan berubah menjadi salah satu Kamen Rider tergelap yang pernah dibuat.
1. Kamen Rider Black Sun
Kamen Rider Black Sun merupakan adaptasi modern dari serial klasik Kamen Rider Black. Tidak seperti pendahulunya yang lebih bernuansa tokusatsu konvensional, versi ini menampilkan pendekatan yang lebih kelam, dewasa, dan politis. Ceritanya berlatar di tengah krisis sosial dan politik di Jepang, dengan isu diskriminasi terhadap kelompok mutan bernama Kaijin sebagai fokus utamanya. Tema ini sangat relevan dengan berbagai konflik sosial di dunia nyata, menjadikannya tontonan yang jelas tidak cocok untuk anak-anak.
Tokoh utama, Kotaro Minami, dibangkitkan kembali dan menjadi Kamen Rider Black Sun. Ia terjebak dalam dilema moral antara memperjuangkan keadilan atau membalas dendam terhadap sistem yang telah menghancurkan hidup banyak orang. Serial ini tidak segan menampilkan kekerasan grafis, dialog eksplisit, serta konflik politik yang kompleks, membuatnya lebih mendekati drama distopia dibanding cerita pahlawan super biasa.
Konflik semakin dalam dengan kehadiran Nobuhiko, sahabat masa kecil Kotaro yang kini menjadi Kamen Rider Shadow Moon. Pertarungan mereka bukan sekadar soal fisik, tapi juga perbedaan prinsip dan cara pandang terhadap dunia. Dengan atmosfer suram, cerita yang penuh tekanan emosional, dan muatan politik yang berat, Black Sun adalah salah satu Kamen Rider paling dewasa yang pernah dibuat.
Itulah tujuh serial Kamen Rider yang terlalu kelam untuk ditonton anak-anak. Mulai dari tema kematian, pengkhianatan, hingga konflik sosial dan eksistensial, semuanya membuktikan bahwa dunia Kamen Rider tidak selalu penuh warna dan semangat kepahlawanan. Justru di balik armor keren dan jurus khas, ada lapisan cerita yang jauh lebih kompleks.
Bagi penonton dewasa, serial-serial ini menawarkan pengalaman menonton yang jauh lebih mendalam dan menggugah emosi. Dan kalau Titipers selama ini mengira Kamen Rider cuma tontonan nostalgia masa kecil, mungkin sudah waktunya melihatnya dari sudut pandang yang berbeda.