Obon: Saat Jepang Menyambut Pulang Arwah Leluhur


Tiba-tiba kota-kota besar jadi lebih sepi, kereta tidak lagi penuh sesak, dan makam-makam dipenuhi bunga segar. Inilah Obon—festival musim panas di Jepang untuk menyambut arwah leluhur kembali ke rumah dan merayakan ikatan keluarga.
Kalau Tahun Baru adalah momen keluarga paling penting di musim dingin, maka Obon menempati posisi yang sama di musim panas. Biasanya berlangsung selama empat hingga lima hari di sekitar tanggal 15 Agustus, Obon adalah salah satu tradisi Buddhis paling berakar di Jepang. Banyak yang menyamakan dengan Halloween di Barat, tapi sejatinya Obon jauh lebih khidmat, bukan soal kostum menakutkan, melainkan menghormati leluhur dan orang terkasih yang sudah tiada.
Walau tidak ditandai dengan warna merah di kalender resmi—artinya bukan hari libur nasional—dalam praktiknya Obon tetap jadi libur besar. Banyak kantor tutup, sekolah libur, dan orang-orang mudik ke kampung halaman.
Obon
13 Agustus: Mukaebi


Obon dimulai dengan apa yang disebut praktik mukaebi—api kecil yang dinyalakan di depan rumah untuk menjadi penuntun bagi arwah yang kembali ke rumah.
Di dalam rumah, altar untuk almarhum dihiasi dengan plakat peringatan, buah-buahan, bunga segar, dan manisan Jepang. Semua ini dipersembahkan agar roh leluhur merasa disambut dengan hal-hal yang mereka sukai semasa hidup.
Simbolisme Dekorasi Hewan dan Sayuran


Salah satu tradisi yang unik adalah menyiapkan kuda yang terbuat dari mentimun dan sapi yang terbuat dari terong, lengkap dengan kaki dari tusuk kayu. Simbolismenya indah, kuda akan membantu roh-roh pulang secepat mungkin, sementara sapi akan mengantar mereka kembali ke alam baka dengan perlahan setelah festival usai.
Tak ketinggalan, banyak keluarga juga melakukan ohaka-mairi, yaitu membersihkan makam keluarga dan berdoa demi ketenangan mereka.
14-15 Agustus: Hoyo/Kuyo


Hari kedua dan ketiga perayaan Obon biasanya dipenuhi dengan doa. Keluarga mengundang biksu Buddha ke rumah atau pergi ke kuil untuk mengikuti hoyo atau kuyo—upacara pembacaan sutra bagi leluhur.
Makanan Vegan Selama Obon


Setelahnya, keluarga akan duduk bersama untuk makan siang, sambil mengenang cerita-cerita lama tentang orang yang telah tiada. Hidangan yang disajikan adalah shojin ryori, masakan vegan tradisi Buddha. Isinya sederhana: kacang rebus, sayur bayam dengan kecap dan wijen, atau acar mentimun. Mereka menyantap hidangan vegan ini sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi Buddha, yang menekankan welas asih dan menghindari bahaya bagi makhluk hidup, terutama sambil menghormati arwah leluhur.
16 Agustus: Okuribi


Obon ditutup dengan okuribi—api unggun yang dinyalakan untuk mengantar arwah kembali ke dunia mereka. Di beberapa daerah, tarian Bon Odori juga digelar. Awalnya tarian ini adalah persembahan bagi arwah, tapi sekarang juga jadi bagian meriah dari festival musim panas.
Gozan Okuribi (atau Daimonji) di Kyoto


Salah satu festival Bon Odori yang paling terkenal adalah Gozan Okuribi di Kyoto. Ribuan orang datang setiap tahun untuk menyaksikannya. Festival besar lain juga digelar di Hiroshima dan Asakusa, Tokyo.
Meskipun masyarakat Jepang modern sering dianggap tidak terlalu religius, Obon tetap menjadi pengecualian. Ia bukan sekadar ritual Buddhis, tapi juga momen keluarga, waktu untuk pulang kampung, membersihkan makam, dan duduk bersama mengenang orang-orang yang telah pergi.
Pada akhirnya, Obon adalah pengingat bahwa di balik modernitas Jepang yang serba cepat, ada tradisi yang mengikat orang pada akar keluarganya dan pada mereka yang sudah mendahului.
Sumber: savvytokyo
Gambar sampul diambil dari jrailpass
Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^
Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang
