Jepang Mau Ganti Sistem Romaji? Ini Artinya Buat Turis dan Pelajar Bahasa Jepang!

Pemerintah Jepang sedang mempertimbangkan untuk mengganti sistem romaji resmi untuk pertama kalinya dalam 70 tahun. Apa dampaknya untuk kita semua?
Jika Titipers pernah menghabiskan waktu untuk belajar bahasa Jepang atau sekadar jalan-jalan di Jepang, kamu mungkin pernah menjumpai romaji — versi alfabet Romawi dari bahasa Jepang. Huruf ini muncul di rambu-rambu, peta, stasiun kereta, dan di sebagian besar buku pelajaran untuk pelajar asing. Namun, tidak semua romaji itu sama. Bergantung pada tempatmu melihat, kamu mungkin menemukan bunyi shi dieja sebagai shi, si, atau bahkan bentuk lainnya.
Romaji (ローマ字) berarti “huruf Romawi”, menggunakan alfabet Latin untuk menuliskan bunyi bahasa Jepang. Ini bukanlah sistem penulisan utama seperti hiragana, katakana, atau kanji, tapi merupakan jembatan penting yang berguna bagi pelajar pemula dan wisatawan yang belum bisa membaca tulisan Jepang asli.
Namun kini, untuk pertama kalinya dalam 70 tahun, pemerintah Jepang sedang mempertimbangkan perubahan besar untuk mengganti sistem romaji resmi nasional agar lebih ramah bagi orang asing. Apa maksudnya? Mengapa baru sekarang? Dan apa dampaknya bagi siapa pun yang belajar bahasa Jepang atau tinggal di Jepang? Mari kita bahas lebih dalam.
Jepang Punya Lebih dari Satu Romaji?
Bahasa Jepang memiliki beberapa sistem romaji; dua yang paling dikenal adalah Kunrei-shiki dan Hepburn.
Sistem Hepburn dikembangkan pada tahun 1867 oleh misionaris Amerika bernama James Curtis Hepburn. Tujuan awalnya adalah untuk membantu penutur bahasa Inggris melafalkan bahasa Jepang dengan lebih akurat. Karena itu, Hepburn mengeja kana seperti し, ち, dan つ sebagai shi, chi, dan tsu, yang sesuatu dengan bunyi sebenarnya.
Sebaliknya, Jepang secara resmi mengadopsi sistem Kunrei-shiki pada tahun 1937 sebagai standar pemerintah. Kunrei-shiki menyusun romaji berdasarkan struktur alfabet kana, bukan berdasarkan bunyinya.
Sebagai contoh, kana し ditulis sebagai si, ち sebagai ti, dan つ sebagai tu, karena huruf-huruf tersebut termasuk dalam kelompok “s” dan “t” dalam bagan kana, meskipun bunyinya terdengar seperti shi, chi, dan tsu.
Namun setelah Perang Dunia II, pemerintahan pendudukan Amerika Serikat di bawah Jenderal Douglas MacArthur lebih menyukai versi Hepburn yang dimodifikasi. Selain karena dianggap lebih praktis dan mudah dibaca oleh orang asing, Kunrei-shiki juga dinilai berkaitan dengan masa lalu militeristik Jepang.
Sejak saat itu, meskipun Kunrei-shiki tetap menjadi sistem romaji resmi yang diajarkan di sekolah-sekolah Jepang, sistem Hepburn justru lebih umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari—terutama pada papan tanda, peta kota, buku teks untuk pelajar asing, dan paspor.
Memang, struktur Kunrei-shiki lebih logis bagi penutur asli Jepang dan para ahli bahasa, tetapi sistem ini bisa membingungkan siapa pun yang terbiasa membaca dan melafalkan dalam bahasa Inggris. Misalnya, jika Titipers melihat kata “tikatetu” pada sebuah papan petunjuk, mungkinkah kamu akan membacanya “chikatetsu”? Mungkin tidak.
Contoh bagan Kunrei-shiki vs. Hepburn
| Hiragana | Hepburn | Kunrei-shiki |
|---|---|---|
| し | shi | si |
| ち | chi | ti |
| つ | tsu | tu |
| ふ | fu | hu |
| じ | ji | zi |
| しゃ | sha | sya |
| しゅ | shu | syu |
| しょ | sho | syo |
| ちゃ | cha | tya |
| ちゅ | chu | tyu |
| ちょ | cho | tyo |
| じゅ | ju | zyu |
| じゃ | ja | zya |
| じょ | jo | zyo |
Alasan Jepang Mungkin Akan Menyatakan Hepburn sebagai Sistem Resmi
Meskipun Kunrei-shiki masih menjadi standar resmi pemerintah dan diajarkan di sekolah-sekolah dalam konteks tata bahasa, itu bukanlah sistem yang paling sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
Sebaliknya, Hepburn digunakan secara luas di tempat-tempat yang dirancang untuk mudah dipahami oleh orang asing, seperti stasiun kereta, peta kota, paspor, dan area wisata. Bahkan di luar sistem pendidikan formal, banyak penutur asli Jepang lebih akrab dan nyaman menggunakan ejaan ala Hepburn.
Kesenjangan antara kebijakan resmi dan praktik sehari-hari inilah yang mendorong Badan Urusan Kebudayaan Jepang untuk meninjau ulang peraturan yang sudah berlaku lebih dari 70 tahun.
Dalam rancangan usulan yang baru-baru ini dirilis, panel pemerintah merekomendasikan agar Hepburn dijadikan sistem romanisasi resmi, menggantikan Kunrei-shiki. Alasannya karena Kunrei-shiki tidak pernah benar-benar diterima masyarakat luas, sementara Hepburn sudah menjadi standar de facto dalam komunikasi sehari-hari dan internasional.
Jika peralihan ini disahkan, maka ejaan seperti “Tokyo” (bukan “Toukyou”) akan menjadi standar resmi, menyesuaikan dengan cara penulisan yang sudah umum digunakan di seluruh dunia.
Langkah ini diharapkan bisa menyederhanakan sistem, mengurangi kebingungan, dan mempermudah pengalaman orang asing—baik turis, pelajar, maupun ekspat—saat membaca dan menavigasi lingkungan di Jepang.
Sumber: gaijinpot
Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^
Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang
[Cartridge Case] Nintendo Switch Cartridge Storage Case Pikachu Theme (24 Slot Cartridge) Terbaik