Bagaimana perubahan sosial dan kenaikan biaya mengancam keberlangsungan restoran izakaya di Jepang.
Di Jepang, izakaya adalah tempat berkumpul yang akrab, di mana orang dapat menikmati berbagai makanan pendamping seperti sate yakitori, sepiring sashimi, dan minuman beralkohol seperti bir dan sake. Lebih dari sekadar restoran, izakaya menjadi tempat pelarian dari rutinitas, sering kali menjadi pilihan utama untuk pertemuan perusahaan dan nongkrong bersama teman setelah jam kerja.
Namun, dunia izakaya kini menghadapi masa sulit. Menurut laporan Teikoku Databank, jumlah kebangkrutan izakaya di Jepang pada tahun 2024 telah mencapai tingkat tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Hingga November, 203 izakaya dinyatakan bangkrut, dan angka ini hampir pasti akan meningkat pada akhir tahun.
Angka-angka penelitian menunjukkan kebangkrutan izakaya antara tahun 2010 dan 2024 selama 11 bulan pertama tahun ini dengan warna biru, dan sepanjang tahun dengan warna abu-abu.
Pandemi dan Perubahan Gaya Hidup
Lonjakan kebangkrutan izakaya pertama kali terlihat selama pandemi COVID-19, dengan 189 kasus tercatat pada tahun 2020. Namun, meskipun dunia mulai pulih, tahun 2023 mencatat jumlah kebangkrutan lebih tinggi, mencapai 204 kasus. Tahun 2024 tampaknya akan memecahkan rekor baru.
Pergeseran budaya kerja memainkan peran besar dalam situasi ini. Pandemi memaksa banyak pekerja untuk bekerja dari rumah, mengurangi acara minum bersama rekan kerja yang sebelumnya menjadi rutinitas sosial. Bahkan setelah pandemi mereda, banyak orang Jepang yang enggan kembali ke kebiasaan lama, lebih memilih menghabiskan waktu luang untuk keluarga atau hobi pribadi.
Inflasi dan Biaya Hidup yang Melonjak
Selain perubahan sosial, tekanan ekonomi juga memukul industri izakaya. Yen yang melemah dan inflasi tertinggi dalam beberapa dekade menyebabkan kenaikan harga bahan makanan, minuman, dan biaya operasional seperti listrik dan pengiriman.
Restoran dipaksa menaikkan harga untuk tetap bertahan. Namun, di tengah kenaikan biaya hidup yang memukul daya beli konsumen, banyak orang Jepang kini memilih untuk mengurangi kunjungan mereka ke izakaya. Hasilnya, izakaya terjebak dalam lingkaran setan: mereka harus menaikkan harga untuk menutup biaya, tetapi pelanggan semakin enggan membayar lebih.
Melihat kondisi ini, masa depan izakaya di Jepang masih dipertanyakan. Kecuali ada perubahan signifikan dalam ekonomi dan budaya sosial, jumlah kebangkrutan izakaya mungkin akan terus meningkat.
Namun, harapan tetap ada. Inovasi dalam konsep layanan, penghematan biaya operasional, dan penawaran menu yang lebih terjangkau bisa menjadi jalan keluar. Bagi penggemar izakaya, mungkin ini saat yang tepat untuk mendukung restoran favorit mereka sebelum tradisi kuliner yang dicintai ini benar-benar memudar.
Apakah Titipers memiliki kenangan spesial di izakaya saat mengunjungi Jepang? Bagikan cerita kalian di kolom komentar dan mari kita dukung tradisi kuliner Jepang ini bersama!
sumber: soranews24
Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang ya! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^
Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang