Ditinggal Tenaga Kerja, FamilyMart Ubah Aturan Demi Bertahan

Industri minimarket di Jepang memasuki era baru dengan perubahan kebijakan yang diambil oleh FamilyMart Co., salah satu jaringan toko swalayan terbesar di negara tersebut. Sebelumnya, waralaba minimarket ini dikelola oleh tim yang terdiri dari dua orang, biasanya pasangan suami istri atau kerabat dekat. Namun, kini aturan tersebut telah diperbarui dengan memperbolehkan satu orang pengelola saja untuk mengoperasikan toko. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap berkurangnya populasi Jepang dan krisis tenaga kerja yang semakin nyata di negara tersebut.

Salah satu contoh dari perubahan ini adalah Manami Murata, seorang wanita berusia 28 tahun yang menjadi pemilik toko FamilyMart di Ishinomaki, Prefektur Miyagi. Murata, yang telah memiliki pengalaman kerja selama tujuh tahun di industri ini, akhirnya bisa mewujudkan impiannya untuk memiliki toko sendiri. Sebelumnya, aturan lama menghalanginya karena kepemilikan waralaba harus dimiliki oleh dua orang. Namun, setelah kebijakan baru diperkenalkan pada Mei 2024, Murata menjadi pemilik pertama yang menjalankan toko FamilyMart seorang diri.
Murata mengungkapkan bahwa tanpa sistem baru ini, ia mungkin sudah menyerah untuk membuka toko sendiri. Kini, FamilyMart tidak hanya membuka peluang bagi individu yang berpengalaman di industri minimarket, tetapi juga bagi mereka yang sebelumnya bekerja di sektor lain, seperti bisnis kerah putih.
Untuk memastikan keberhasilan sistem baru ini, FamilyMart memberikan dukungan tambahan kepada pemilik toko yang bekerja sendiri. Bantuan ini mencakup perpanjangan masa dukungan setelah toko dibuka dan penyediaan dana untuk perekrutan staf. Hasilnya, dalam lima bulan pertama sejak kebijakan ini diterapkan, hampir 100 pelamar mengajukan diri untuk bergabung dalam sistem waralaba tunggal ini.
Pihak FamilyMart tetap merekomendasikan model kepemilikan dua orang sebagai opsi utama, tetapi mereka berharap program baru ini bisa menjadi solusi bagi individu yang ingin memiliki bisnis sendiri tanpa harus bergantung pada pasangan atau keluarga. “Jumlah aplikasi telah melampaui ekspektasi kami, dan kami sekarang sedang mempersiapkan toko-toko yang sesuai untuk program ini. Kami berharap sistem ini akan berkembang pesat pada tahun fiskal 2025 dan seterusnya,” ujar salah satu pejabat perusahaan.
Pasangan Suami Istri Adalah Model yang Ideal, tetapi Ada Tantangan Baru yang Muncul
Secara umum, waralaba minimarket di Jepang beroperasi dengan sistem yang memungkinkan pemilik mendapatkan merek dagang, produk, serta berbagai bentuk dukungan dari perusahaan utama sebagai imbalan atas pembayaran royalti.
Model bisnis ini memiliki keuntungan tersendiri dibandingkan waralaba di sektor lain, seperti restoran, yang sering kali membutuhkan investasi awal lebih dari 10 juta yen. Sebaliknya, minimarket dapat dibuka dengan modal yang jauh lebih rendah, berkisar antara 1 hingga 3 juta yen. Dalam beberapa kasus, perusahaan operator juga menanggung biaya konstruksi dan peralatan, sehingga bisnis ini sering disebut sebagai “bisnis siap pakai”, dimana pemilik bisa langsung menjalankan toko begitu mereka menerima kuncinya.
Meski memulai bisnis minimarket terbilang mudah, mengelolanya dalam jangka panjang adalah tantangan tersendiri. Dengan jam operasional 24 jam, pemilik seringkali harus siap menggantikan karyawan yang absen atau bekerja lebih lama untuk meningkatkan keuntungan.
Di sinilah alasan utama mengapa model kepemilikan dua orang masih dianggap ideal. Pasangan suami istri, misalnya, lebih mudah membagi beban kerja, membangun kepercayaan dengan pelanggan, serta menikmati manfaat pajak tertentu.

Kenji Yamamoto, yang mendirikan waralaba 7-Eleven pertama di Jepang pada tahun 1974, mengatakan bahwa ia mencari mitra dengan syarat memiliki toko bersama. Di masanya, pernikahan dianggap sebagai simbol kepercayaan, sehingga banyak pemilik minimarket di Amerika Serikat juga berasal dari pasangan suami istri.
Menurut Yamaoka, bisnis di sektor lain juga menerapkan konsep serupa. Perusahaan seperti Workman Co., yang menjual perlengkapan kerja dan pakaian, serta jaringan restoran Yakitori Daikichi yang dikelola oleh Daikichi System Ltd., lebih memilih pasangan suami istri sebagai pemilik waralaba.
Namun, dengan terus menurunnya populasi dan semakin bertambahnya orang yang belum menikah, pola ini mulai berubah. Data dari National Institute of Population and Social Security Research menunjukkan bahwa pada tahun 2020, sekitar 28% pria dan 18% wanita di Jepang belum menikah—angka tertinggi dalam sejarah. Perubahan demografi ini berarti industri minimarket tidak bisa lagi bergantung sepenuhnya pada pasangan suami istri untuk mengelola toko.
Tomomi Nagai, seorang analis dari Toray Corporate Business Research Inc., menekankan bahwa dunia telah berubah dan industri harus beradaptasi. “Ini bukan lagi era di mana semua orang menikah. Senang melihat berbagai hal dievaluasi ulang sesuai dengan perubahan di dunia,” ujarnya.
Namun, meskipun kebijakan ini memberikan lebih banyak fleksibilitas, masih ada tantangan besar bagi individu yang menjalankan minimarket seorang diri. Sejumlah pemilik waralaba bahkan mengeluhkan beban kerja yang berlebihan, terutama karena kesulitan mengambil cuti. Oleh karena itu, perusahaan seperti FamilyMart perlu memastikan bahwa dukungan mereka cukup bagi pemilik tunggal untuk mengelola bisnis secara berkelanjutan.
Bagaimana dengan Kompetitor?
Dalam menghadapi tren ini, perusahaan minimarket lain memiliki pendekatan yang berbeda. Lawson Inc., misalnya, mengizinkan pemilik tunggal tetapi dengan syarat tertentu, seperti mengikuti pelatihan khusus atau mendapat rekomendasi dari pemilik sebelumnya. Sementara itu, 7-Eleven masih mempertahankan aturan kepemilikan dua orang dan menegaskan bahwa mereka tidak berencana mengubah kebijakan tersebut. Menurut mereka, model kepemilikan dua orang lebih menjamin stabilitas dalam manajemen toko.
sumber: mainichi
gambar sampul diambil dari nikkei
Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang ya! Yuk, baca artikel lainnya di sini ^^
Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang