Kali ini Titip Jepang berkesempatan untuk mewawancarai teman-teman dari Bumilangit. Seperti apa kira-kira percakapan kami? Check it out!
foto bersama teman-teman Bumilangit
Titip Jepang: “Selamat Sore, teman-teman dari Bumilangit. Dengan Mas Tamam, Mbak Nabila dan Aswin. Mbak Nabila ini editor Virgo ya. Kalau Mas Aswin?”
Bumilangit: “Editor baru, kemarin bantu-bantu di Jagabumi.”
Titip Jepang: “Mas Tamam? Penulis?”
Bumilangit: “Mas Tamam komikus”
Titip Jepang: “Bisa diceritakan sejarah Bumilangit bisa berdiri?”
Bumilangit: “Oke, kalau sejarahnya dulu Bumilangit itu ada pada tahun 2003. Awalnya itu, bos besarnya itu penggemar komik, Pak Koko (Bismarka Kurniawan). Beliau penggemar berat komik dan kalau ngga salah dulu berdua dengan Pak Andi menghampiri Pak Hasmi untuk mengelola IP IP yang mungkin dulu mereka senangi, Gundala dan lain-lain. Sampai akhirnya merambah ke karakter-karakter lainnya. Nah awalnya itu selain cetak ulang juga di Kompas dulunya.”
Titip Jepang: “Di kompas itu berarti komik strip itu?”
Bumilangit: “Iya, Patriot, Mandala yang dicetak ulang bertemu si Buta, itu juga sempat di sana dulu.”
Bumilangit: Jadi Bumilangit itu tahun 2003 udah berdiri, tapi saya baru kenal 2004. Saya baru pulang dari Singapore, jadi pas pulang lihat dari detik.com ada pameran dari IKJ. Saya ke situ kenal dengan Iwan Gunawan penyelenggaranya. Itu tanggal 28 Januari 2004, saya diajak meet and greet tanggal 6 Februari. Saya beli komik Gundala dan lain lain untuk ditandatangani Pak Iwan. Saya mengajak mereka untuk menerbitkan lagi komik-komiknya. Kata Beliau sudah dikelola Bumilangit, akhirnya saya kontak Bumilangit untuk ngobrol-ngobrol lagi untuk cetak lagi.”
Titip Jepang: “Itu yang jadi komik kecil-kecil itu ya?”
Bumilangit: “Itu yang Gundala Putra Petir pertama, nah itu kerjasamanya Bumilangit dengan saya (Pak Andy Wijaya), selain itu dengan komikindonesia.com. Kita cetak lagi 1500 eksemplar. Waktu itu harga manga masih Rp.9.900, (komik Bumilangit) kita jual dengan harga Rp.16.000. Kita iklan melalui surat kabar KR, Kompas dan ada 2 lagi.”
Titip Jepang: “Sebentar, Gundala berarti salah satu investasi besar-besaran ya waktu itu.”
Bumilangit: “Iya, dan pelan-pelan kita merambah ke yang lainnya. Jadi itu salah satu cikal bakalnya Bumilangit.”
Titip Jepang: “Mulai ada semangat untuk membesarkan nama itu kapan?”
Bumilangit: “Itu di tahun 2010. Kita bikin fulltime tahun 2011, jadi kita punya kantor, ada orang yang bekerja setiap hari dan di 2015 mulai launch film.”
Titip Jepang: “Berarti dari awal ingin sekedar menyetak ya?”
Bumilangit: “Awalnya kita ingin membangun karakter dulu, Gundala sih terutama.”
Titip Jepang: “Kalau ngga salah komiknya juga ada di facebook ya?”
Bumilangit: “Iya, ada di facebook tahun 2017. Sebelum itu masih ada di Kompas dalam bentuk komik strip.”
Titip Jepang: “Bisa dibilang titik baliknya itu ketika Gundala tayang atau ketika apa?”
Bumilangit: “Sebenarnya titik baliknya itu bisa dibilang ketika kita press conference. Selain itu dari media juga makin banyak berkembang. Kebetulan juga banyak tim kreatif yang punya banyak follower. Mungkin si anak-anak muda ini juga banyak denger denger atau pernah baca sebelumnya. Kita buka stand itu tanggal 14 dan dapat space lagi.”
Titip Jepang: “Kalau boleh tahu Pak, komik Bumilangit yang pernah terbit itu ada berapa sih?”
Bumilangit: “Sudah 30-an judul.”
Titip Jepang: “Itu sejak 2004 itu ya?”
Bumilangit: “Iya 2004, mungkin sekitar 30-40. Tapi memang pada waktu itu yang Gundala the movie, kemudian patriot 1-2, kemudian Si Buta yang digambar ulang ada 3. Buat kita sih cukup memuaskan lah, karena udah dicetak ulang. Kalo Gramedia sendiri kan nyetak ulang. Ada Jagabumi juga.”
Titip Jepang: “Berarti prosesnya selama itu ya. Nah berarti bisa dibilang semangat Bumilangit itu adalah membangkitkan cergam jadul atau malah superhero dalam bentuk IP baru?”
Bumilangit: “Benar sekali. Kami ada kan punya karakter (superhero) dalam negeri yang bisa disesuaikan dengan kultur sendiri. Kalau dari luar negeri kan nggak bisa. Perasaan itu sih yang sebenarnya tetep menjadi semangat agar Bumilangit tetap terus ada kedepannya. Bagaimana Bumilangit membangkitkan kekuatan lokal lewat nyanyian, dll.”
Titip Jepang: “Berarti terkadang mungkin yang kontradiktif untuk penonton adalah, rasanya rasa superhero barat tapi bentuknya lokal. Dan mungkin bahasa kasarnya “njiplak” begitu ya.”
Bumilangit: “Ini dibuat kan dari tahun 50-an, 60-an, dan yang paling berpengaruh pada waktu itu ya Hollywod atau industri Amerika. Nah kita ingin menghadirkan yang seperti itu tapi kan tidak bisa serta merta membuatnya, karena kita tidak relate dengan industri tersebut pada waktu itu. Jadi poinnya adalah gimana kita membuat tapi yang relate dengan isu isu yang ada dan relate dengan kita. Jadi lebih ke berkembang seperti zamannya sih bukan menjiplak tapi lebih menyesuaikan aja sih.”
Titip Jepang: “Mungkin kasarnya kalau ada anggapan kenapa kok Sri Asih itu identik dengan Wonder Women, itu suatu pandangan yang tidak bisa dikontrol, begitu kan?”
Bumilangit: “Iya, dan mungkin pembaca atau penonton itu sudah punya pengetahuan sendiri. Misal kita sudah pernah menonton Wonder Women terus kita menonton Sri Asih, jadi kita merasa seolah Sri Asih itu mirip Wonder Women.”
Titip Jepang: “Jadi memang berpengaruh dengan bacaan komik yang sedang berpengaruh pada saat itu. Kemudian proyeknya Bumilangit ini kan luas banget ya, komik ada, film ada. Apakah ini jalan bareng atau ingin difokuskan ke mana dulu?”
Bumilangit: “Kalau sekarang kita ingin cari titik balance-nya dulu sih. Ketika film rilis kita juga tetep melirik peluang komik untuk pembaca.”
Titip Jepang: “Apa itu tidak jadi pedang bermata dua? Karena mindset umum kalau film dari komik, otomatis film nya kurang lebih sama.”
Bumilangit: “Mungkin karena target market Bumilangit itu juga cukup variatif ya, setiap generasi memiliki preferensi masing masing. Jadi Bumilangit menghadirkan keduanya.”
Titip Jepang: “Oke, jadi mungkin lebih ke semangat untuk menjaga karya-karya ini agar tetap relate dengan semua generasi ya, bukan pedang bermata dua.”
Bumilangit: “Selain itu, di Bumilangit itu juga ada divisi-divisi, semisal film sendiri, untuk komik juga sendiri, tapi masih dalam satu payung yang sama. Jadi saling mendukung.”
Titip Jepang: “Pertanyaan yang muncul dari pembaca nih, mungkin beberapa dari mereka kebingungan. Misal yang sudah beli Rengganis (Sri Asih), kemudian beli juga Alana (Sri Asih), terus beli lagi Companion (Movie), ini kok nggak nyambung begitu?”
Bumilangit: “Kalau Jagat komik itu sendiri di bukunya ada tulisan Jagat Revolusi, itu pasti nyambung karena dalam satu semesta. Companion itu di luar itu semua.
Titip Jepang: “Berarti mungkin meskipun kurang sinkron atau tidak terkoneksi ceritanya tapi semuanya akan ada ujungnya?”
Bumilangit: “Iya karena di jagat yang sama, walaupun ada di penerbitan yang berbeda. Dan kalau misalkan pembaca sudah baca Sri Asih dari keadilan, chapter terakhir itu menandakan menyatunya era itu. Sementara kalau di film kita bikin yang Alana saja. Jadi kalau pembaca bingung sebenernya kita udah ada “guidelinenya”.
Titip Jepang: “Jadi pendekatan bisnisnya bukan ala manga tapi ala industri komik barat?’
Bumilangit: “Iya. Jadi sebenarnya urutan bacanya sudah kita bocorkan sih di youtube. Tapi orang tidak banyak yang melihat. Itu jadi PR sih untuk Bumilangit agar pembaca jadi tahu.”
Titip Jepang: “Nah, komik Bumilangit itu kan ada yang terbitnya independen Bumilangit sendiri, ada yang di m&c, ada yang di Elex. Kalau boleh tahu nih bedanya apa sih?”
Bumilangit: “Itu strategi bisnis sih. Kita kan ada segmen dan pasar yang berbeda. Kalau mau pasarnya besar kan kita harus kerjasama dengan penerbit yang besar juga. Jadi kalau itu ngga menutup kemungkinan untuk kerjasama dengan siapapun.”
Titip Jepang: “Tapi apa mungkin suatu saat nanti semuanya itu akan diterbitkan oleh Bumilangit sendiri tidak dengan penerbit lain?.”
Bumilangit: “Kemungkinan itu ada, tapi kita ngga bisa jawab sekarang. Kalau dengan kerjasama justru lebih banyak menguntungkan kita, kenapa tidak?”
Titip Jepang: “Pemilihan ke Koloni sama ke Elex itu apa ada alasan khususnya ngga sih? Kan beda jenisnya ya?”
Bumilangit: “Ada. Kalau Koloni kan dari dulu kita kenal, memang nerbitin komik Indonesia. Kalau Elex kan lebih ke genre remaja. Jadi kita liat dulu segmen segmen mereka”
Titip Jepang: “Berarti memang tergantung segmennya.”
Bumilangit: “Iya, dan mereka juga sama, tetep milih segmen, misal mau ngambil yang ini. Sama sama cari pasarnya.”
Titip Jepang: “Nah ini pertanyaannya lebih ke harapan. Kan ada banyak pasar yang belum terjamah terutama di medium komik. Harapannya bagaimana sih biar pasar yang belum terjamah ini bisa terakomodir.”
Bumilangit: “Sebenarnya harapannya sih satu, yang pertama ya kita terkenal dari segi karakter-karakternya dulu. Seberapa dalam mereka kenal, kalau mereka udah kenal harga itu menjadi nomor 2. Saya melihat anak-anak SD itu belum terjamah. Kenapa ngga kita mulai dari anak-anak SD? Kan mereka tu banyaknya mengenal komik-komik horror ya. Maksudnya ingin mengenalkan dengan mereka, kan komik kita juga mendidik juga. Patriot Cilik ada, Gundala and Friends juga ada. Anak-anak kecil lebih ke admire, mereka itu punya keinginan untuk sama seperti karakter yang diidolakannya.”
Titip Jepang: “Panjang juga ya ternyata, kalau market yang ingin disasar anak-anak ini kan berarti 10 tahun lagi kali ya.”
Bumilangit: “Nah, di sini Bumilangit mencoba menghadirkan produk untuk keluarga. Si Kakak baca Gundala and Friends, adik baca Patriot Cilik, Bapak baca Jagabumi atau Si Buta Remaster. Jadi kita bisa bikin dari pra sekolah sampai dewasa, tentu dengan gambar dan desain yang berbeda sesuai dengan usianya. Medianya pun juga beda-beda, tinggal penggembangan IP-nya aja tergantung strategi kita. Kembali lagi tugas Bumilangit untuk memperkenalkan karakter-karakternya.
Kemudian untuk bisa dinikmati semua orang itu ya tergantung style, penggambaran cerita, dan genre usia juga sih. Cukup sih sebenarnya dengan beberapa IP aja, diulang-ulang. Contohnya Spider-Man sudah berapa kali di remake tapi tetep aja ditonton kan, Kenapa? Karena IP-nya kuat. Kadang dengan keadaan terdesak, imajinasi atau kreativitas semakin terpacu.”
Titip Jepang: “Nah selanjutnya Bumilangit itu kan punya yang namanya ‘rakyat Bumilangit’ ya, seberapa besar sih rakyat Bumilangit ini berperan. Secara spesifik seperti apa sih yang diinginkan Bumilangit dari mereka?”
Bumilangit: “Kalau melihat dari fans IP luar itu ya, misal seperti di Jepang para fans itu ikut meramaikan secara riil. Misalnya dulu sebelum covid kita mengakomodasi bikin podcast di sini (kantor Bumilangit). Kita ini ibaratnya berteman, kita menikmati ini bersama-sama. Kita ingin melihat jagoan-jagoan kita beraksi sejauh mungkin, jadi ya bisa dibilang rakyat Bumilangit (fans) itu seperti teman.”
Titip Jepang: “Tadi kan disebut sebelum covid ya, nah apakah sekarang itu juga masih ada geliat seperti itu?”
Bumilangit: “Sekarang masih ya, masih online. Sebenarnya kita ada ya karena adanya para fans ini ya. Buat kita fans ini juga semacam aset yang banyak membantu kita. Mereka pasti nonton gitu. Misalnya dulu waktu Sri asih tayang itu ya, kan banyak komentar negatif dari luar. Nah rakyat Bumilangit itu bakal langsung mengcounter.”
Titip Jepang: “Kalau boleh tahu kanal-kanal Bumilangit itu apa aja sih?”
Bumilangit: “Discord, twitter, Instagram, nanti bisa dikirimkan.”
Titip Jepang: “Mungkin ini saya mikir penamaan rakyat Bumilangit itu biar fansnya punya sense of belonging juga ya?atau bagaimana?”
Bumilangit: “Itu dari awal sih, dari Gundala. Kamu siapa? Rakyat kan. Gundala itu mewakili dari rakyat.”
Titip Jepang: “Komik Bumilangit itu sangat identik dengan superhero, itu benar? Tapi apakah ada kemungkinan nanti merambah ke genre lain seperti horor atau romance?”
Bumilangit: “Ada, karna tergantung kita mendefinisikannya. Horor itu kan definisi dari sesuatu yang membuat takut.”
Titip Jepang: “Berarti payungnya tetep superhero tapi filmnya bisa kemana-mana?”
Bumilangit: “Iya, kaya Virgo kan romance. Karna kita ngga bisa mendikotomi kalau superhero harus begini atau begitu. Bisa juga si superhero atau pahlawan ini menghadapi sesuatu yang menakutkan misalnya. Bener sih core-nya adalah superhero, tapi untuk merambah ke genre lain sangat memungkinkan.
Kita nggak mau mengecilkan arti superhero dengan orang yang memiliki kekuatan super menggunakan kostum ketat gitu. Pokoknya orang dengan kekuatan lebih yang menggunakan kekuatannya itu untuk berbuat baik. Kadang di twitter itu ada yang menyebut kenapa sih kita ngga mau disebut film superhero, nah ini karena kita ingin sebisa mungkin menggali budaya dan bahasa.”
Titip Jepang: Kemudian soal digitalisasi. Praktik komik digital itu kan udah marak banget di dunia barat atau Jepang, apakah nanti akan ada opsi ini di Bumilangit?”
Bumilangit: “Sebenarnya kita sudah mencoba ya. Kita sudah berusaha kerjasama dengan line webtoon. Selain itu kita juga regenerasi komikus yang tadinya gambar di kertas sekarang nyoba nyari yang terbiasa gambar komik lewat media digital.”
Titip Jepang: “Kalau subscribtion ini bagaimana? Membayar sekian untuk membaca. Apakah terbuka dengan opsi itu?”
Bumilangit: “Terbuka, segala macam opsi yang berguna untuk menjual produk kita sangat terbuka. Tapi tidak akan meninggalkan analognya itu tadi.”
Titip Jepang: “Oke, berarti segala macem opsi memang ada ya. Karena memang banyak juga yang sudah ke arah sana.”
Bumilangit: “Akan dibuka sih pastinya ada, cuman ya butuh waktu.”
Titip Jepang: “Nah, kalau soal komik ada nggak yang ingin ditambahkan? Terlepas dari pertanyaan pertanyaan tadi?”
Bumilangit : “Mungkin harapannya sih bisa mengkomikkan IP-IP lama, dibikin film, harapannya sih agar karakter komik asli Indonesia ini sustain sih. Semoga temen-temen bisa lebih mendukung secara aktual gitu ya. Harapan itu sesederhana semua orang bisa mengakses komik dengan mudah. Selain itu komik itu juga merepresentasikan budayanya gitu. Kebanyakan orang jaman sekarang hanya mengenal budaya sebatas artefak, padahal ada filosofinya. Aku selalu berpengang pada core nya, sehingga ketika orang baca, mereka akan bisa memahami terlepasa latar belakangnya. Ibaratnya mereka adalah alat atau tools agar kita lebih mengenal diri kita.”
Titip Jepang: Oke, ini boleh dibocorin atau engga, ada spoiler spoiler menarik ngga?”
Bumilangit: “Ada Godam Putih Hitam tiga terbit tahun ini. Si Buta Putih Hitam 2 udah jadi juga tapi belum tau terbit kapan”
Titip Jepang: “Nah, kalau ada komikus yang ingin gabung tu apakah harus dari webtoon dulu atau bagaimana?”
Bumilangit: “Bisa submit ke editor atau channelnya. Open recruitment juga pernah. Terakhir kita dapet dari review gitu.”
Titip Jepang: “Oke, berarti pintunya memang banyak ya.”
Bumilangit: “Atau ngga juga dari anak magang juga ada. Kan ada juga Bumilangit Animation”
Titip Jepang: “Nah, kalau soal komikus nih, kan ada yang manga banget, ada yang barat gitu kan. Kalau Bumilangit punya preferensi ngga?”
Bumilangit: “Mungkin tergantung segmennya sih, jadi tidak terpacu pada gaya tertentu”
Titip Jepang: “Apakah tidak hanya komikus yang bisa bergabung?”
Bumilangit: “Tentu tidak dong, misal bagian sosmed, tiktok, gitu kan ngga hanya ngurusin komik ya. Kita ada divisi divisinya.”
Titip Jepang: “Oke, terakhir nih, seberapa optimis Bumilangit terhadap IP IP hero generasi baru ini?”
Bumilangit: “Oh ya unlimited dong, sangat optimis.”
Titip Jepang: “Bagaimana Bumilangit memandang IP IP mereka? Seberapa lama sustain?”
Bumilangit: “Tergantung sih seberapa bisa mereka menceritakan ulang.”
Titip Jepang: “Oke, terimakasih banyak”
Nah, itulah keseruan wawancara Titip Jepang dengan teman-teman Bumilangit. Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^
Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang