KATEGORI

Belum ada Produk di keranjang kamu, yuk cari produk incaran kamu di sini!

Assassin’s Creed Shadows dan Kontroversi Samurai Berkulit Hitam

Assassin’s Creed Shadows juga dikritik karena adegan yang memperlihatkan pemain merusak bagian dalam kuil.
BLOG-kontroversi Samurai Berkulit Hitam Assassins Creed Shadows

Seri Assassin’s Creed selalu dikenal dengan pendekatan sejarahnya yang imersif, tetapi juga kerap menuai perdebatan karena kebebasan artistik yang berlebihan yang diambil oleh pengembangnya. Kali ini, Assassin’s Creed Shadows—game terbaru dalam waralaba ini—menjadi sorotan karena keputusan Ubisoft untuk menampilkan Yasuke, seorang samurai berkulit hitam, sebagai salah satu karakter utama.

Rekonstruksi Sejarah yang Akurat, tetapi…

Berlatar di Jepang abad ke-16, Shadows menjanjikan dunia yang detail dan autentik, lengkap dengan kota-kota berbenteng yang megah dan kuil-kuil yang tenang. Para pengembang bekerja sama dengan sejumlah sejarawan, termasuk Pierre-Francois Souyri, untuk memastikan akurasi dalam banyak aspek, mulai dari arsitektur hingga kehidupan sehari-hari masyarakat kala itu.

“Mereka telah melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam menciptakan dunia yang sangat akurat,” ujar Souyri, yang telah menjawab ratusan pertanyaan tim pengembang terkait elemen sejarah game ini.

Namun, meskipun Ubisoft telah berupaya menghadirkan latar yang autentik, keputusan mereka untuk menjadikan Yasuke—tokoh sejarah asli asal Afrika—sebagai seorang samurai tetap menimbulkan perdebatan sengit.

Yasuke memang tokoh nyata yang pernah hidup di era Oda Nobunaga, tetapi bukti sejarah tentang statusnya sebagai seorang samurai masih diperdebatkan. Yuichi Gozai, seorang spesialis sejarah Jepang abad pertengahan, berpendapat bahwa tidak ada bukti kuat yang menunjukkan Yasuke memiliki gelar samurai.

“Dalam dokumen yang masih ada, Yasuke menonjol di atas segalanya lebih karena warna kulit dan kekuatan fisiknya. Pelindungnya, panglima perang Oda Nobunaga, kemungkinan besar “menjaga”nya” Yasike di sisinya untuk memamerkan keberadaannya,” jelas Gozai.

Sementara itu, Souyri menilai bahwa penggunaan istilah “samurai” dalam konteks ini lebih sebagai bagian dari keangkuhan kreatif game, bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan secara akademis.

“Itu adalah keangkuhan permainan untuk memanggilnya seorang samurai, itu bukan tesis doktoral,” katanya.

Keputusan Ubisoft memicu protes di Jepang. Sebuah petisi yang menentang representasi Yasuke sebagai samurai berhasil mengumpulkan lebih dari 100.000 tanda tangan. Para penandatangan menyebutnya sebagai “kurangnya akurasi sejarah dan penghormatan terhadap budaya Jepang.”

Namun, kontroversi ini juga mendapatkan perhatian di luar Jepang. European Video Game Observatory mencatat bahwa diskusi seputar Yasuke dalam Assassin’s Creed Shadows menjadi salah satu perdebatan terbesar dalam sejarah Assassin’s Creed. Beberapa pihak menuduh bahwa perdebatan ini dipolitisasi oleh kelompok-kelompok tertentu di media sosial.

Kontroversi Assassin's Creed Shadow

Tidak hanya soal Yasuke, Assassin’s Creed Shadows juga dikritik karena adegan yang memperlihatkan pemain merusak bagian dalam kuil. Ini memicu reaksi keras, terutama dari masyarakat Jepang yang menilai penggambaran tersebut tidak sensitif terhadap budaya dan kepercayaan setempat.

“Saya memahami prinsip sekularisme yang dianut di Prancis, tetapi penting untuk menyadari bahwa tindakan yang meremehkan tempat ibadah bisa memicu reaksi yang keras,” kata Gozai. “Risiko ini seharusnya sudah diramalkan.”

Ubisoft sendiri sebelumnya enggan membawa Assassin’s Creed ke latar Jepang feodal, meskipun ini merupakan salah satu permintaan terbesar dari para penggemar. Namun, kesuksesan game seperti Sekiro: Shadows Die Twice dan Ghost of Tsushima tampaknya telah mengubah pandangan mereka.

“Ada daya tarik tersendiri dari eksotisme dan keakraban budaya Jepang yang membuatnya menarik bagi audiens Barat,” kata Souyri.

Di sisi lain, Gozai memperingatkan bahwa jika representasi sejarah dilakukan secara serampangan, alih-alih meningkatkan apresiasi terhadap budaya Jepang, justru bisa memperkuat stereotip dan prasangka negatif.

sumber: japantoday
gambar sampul diambil oleh AFP/File

Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang ya! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^

Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang