Kontroversi Di Balik Kasus Iklan Fanservice Tawawa on Monday di Surat Kabar Nikkei

Beberapa waktu yang lalu Jepang dihebohkan dengan postingan salah seorang politisi Jepang, Kenzo Fujisue yang memperomosikan manga fanservice Tawawa on Monday di surat kabar keuangan The Nikkei. Anggota Liberal Democtratic Party tersebut membagian sebuah gambar, di mana ia sedang memegang dua buah manga karya Kiseki Himura tersebut di Twitter dengan caption yang dalam bahasa Indoensia berarti “Dibeli”. Manga ini sendiri dimulai pada tahun 2015 dengan karakter utama Ai, seorang gadis SMA yang bertemu dengan seorang pengusaha di sebuah kereta. Pertemuan keduanya kemudian mencerahkan perjalanan yang suram dari pria itu.

Fujisue sendiri merupakan anggota Dewan Penasehat Diet pada tahun 2004 dan berpartisipasi dalam Dewan Manga pemerintah. Selama ini dia mengkritik petisi untuk mengamandemenkan UU larangan prostitusi anak dan pornografi anak dengan memasukkan pedoman yang membatasi penggambaran karakter di bawah umur. Hal ini didasarkan pada saran dari kemitraan global yang bertujuan untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak dan juga dari Komite PBB untuk hak anak.

Amandemen tersebut akan menjatuhkan hukuman bagi tindakan distribusi, penyediaan, penjualan, akses, serta kepemilikan gambar anak di bawah umur atau mereka yang digambarkan sebagai anak di bawah umur, yang sedang melakukan tindakan seksual atau dapat pula berupa penggambaran bagian seksual dari tubuh anak untuk tujuan seksual. Petisi tersebut juga mencakup amandemen yang menargetkan setiap prostitusi anak, pornografi anak, layanan yang mempromosikan eksploitasi seksual dan erotika anak.

Fujisaki berujar peraturan tersebut akan memiliki dampak negatif bagi industri manga dan anime, dikarenakan adanya subjektifitas dalam menyikapi makna “terlihat seperti anak kecil”. Menurutnya hal itu justru tidak akan berkontribusi banyak dalam menyelamatkan anak-anak.

Adapun pengarang dari manga Love Hina, Ken Amatsu, juga ikut mengomentari hal ini dengan menyamakan kritik dari organisisasi kesetaraan jender UN Women sebagai tekanan dari eksternal untuk mengatur kebebasan berekspresi di Jepang, terutama untuk industri manga, anime, dan game. Hal tersebut menurutnya bukanlah hal yang baru di industri hiburan. Menurutnya kritik tersebut tidak seharusnya disikapi secara langsung untuk dipatuhi dan harus disikapi secara rasional.

Akamatsu juga tidak setuju dengan pernyataan dalam laporan CEDAW 2016 yang mengklaim bahwa stereotipe menjadi akar penyebab kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak disebabkan oleh konten pornografi dari anime, video game, serta manga. Menurutnya tidak ada bukti nyata bahwa media seperti ini berkontribusi aktif pada kekerasan dan stereotipe terhadap perempuan dan tidak ada konsensus dalam menilai sebuah karya untuk memenuhi standar ini.

UN Women sendiri telah mengeluarkan surat yang ditujukan kepada surat kabar The Nikkei pada 11 April lalu yang menyatakan bahwa iklan tersebut tidaklah dapat diterima dan meminta klarifikasi lebih lanjut tentang pilihan untuk mencetaknya. Iklan itu sendiri menampilkan karakter utama Ai yang sedang mengenakan seragam sekolah dengan sebuah teks yang bertuliskan “Saya harap ini akan menjadi minggu yang luar biasa”. Kodansha menempatkan iklan tersebut guna mempromosikan perilisan volume keempat manga tersebut.

Selama ini Nikkei sendiri telah menjadi bagian dari UN Women’S Unstereotype Alliance, yang mempromsosikan kesetaraan jender melalui media dan iklan. Direktur UN Women Jepang, Kae Ishikawa menyatakan bahwa selagi tidak ada penjelasan dari mereka, ia tidak yakin untuk melanjutkan kerja sama demi mempromosikan kesetaraan jender melalui kekuatan iklan.

 

Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^

Sumber: animenewsnetwork

Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:

Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *