KATEGORI
31

Subtotal: Rp27.298.800

Lihat keranjangPembayaran

Review Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba Infinity Castle Banjir Aksi dan Apresiasi!

Derap kaki berbondong-bondong pada Sabtu, 16 Agustus 2025 di salah satu sudut ruang bertuliskan Studio IMAX, Margo City, Depok. Suara dari segala penjuru lautan manusia saling timbun-menimbun satu dengan yang lain. Dalam keramaian tersebut, ada kesamaan yang menghimpun mereka, termasuk saya, untuk bersabar dengan rasa keingintahuan terhadap perjuangan Kamado Tanjiro dan kawan-kawan pada film Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba Infinity Castle.

Suasana antrean Studio IMAX saat penayangan Demon Slayer Infinity Castle hari kedua

Tepat pada pukul 18.45 WIB saat pintu bioskop dibuka, satu per satu langkah kaki dengan sabar berhasil memasuki ruangan sesuai antrean. Mulai dari baris paling atas hingga paling bawah dari bioskop, perlahan-lahan penuh dengan manusia yang berhasrat untuk menonton serta mengapresiasi hadirnya trilogi pertama dari arc terakhir Demon Slayer, yakni Infinity Castle. Trilogi pertama ini berhasil tayang pada tahun 2025, baik di Jepang maupun di Indonesia. Kemudian, dua film berikutnya direncanakan akan rilis pada tahun 2027 dan 2029.

Film berdurasi 155 menit ini berfokus pada bagian pertama dari pertarungan terakhir Kamado Tanjiro beserta para Hashira dalam perjuangannya melawan Kibutsuji Muzan serta para antek iblis tingkat atas. Secara spesifik, film pertama dari trilogi garapan Ufotable ini  menceritakan bagaimana Kamado Tanjiro dan Tomioka Giyuu bertarung melawan iblis yang sebelumnya membunuh Kyojuro Rengoku, yakni Akaza. Selain itu, ada pula pertarungan Shinobu Kocho melawan Douma serta Zenitsu melawan Kaigaku.

Tanpa ada keinginan untuk memberikan spoiler, dapat dikatakan, 15 menit pertama film ditayangkan telah menyebabkan bulu kuduk saya merinding. Visualisasi grafis yang menawan dan menakjubkan dapat diterima dari segala sudut kursi penonton. Apabila teman-teman menonton film ini di ruang berlayar IMAX, rasa terpana dan berdegup wajar dirasakan ketika meresapi betapa detail penyajian visual yang dihadirkan, seperti kostum, jurus-jurus, ukiran kayu dalam ruang-ruang Infinity Castle, hingga detail proses perpindahan yang dialami para tokoh saat terombang-ambing di dalam tempat tersebut. Penonton ditarik untuk merasakan secara faktual dan aktual rasanya menjadi Tanjiro serta para Hasira yang terjebak dalam ruang-ruang perangkap Muzan.

Tidak hanya itu, latar musik yang menggelegar, mendebarkan, serta menyayat hati berhasil mengajak telinga dan dada berdegup kencang, baik saat terjadi aksi pertarungan maupun ketika terdapat adegan dramatisasi cerita. Dalam beberapa adegan, apresiasi penonton tidak hanya melalui suara yang terkejut dan sesenggukan, tetapi juga dalam bentuk tepuk tangan meriah yang berhasil menggema dalam satu ruang studio.

Apabila para penonton termasuk sebagai pembaca manga (komik) Demon Slayer, tentu tidak akan terkejut dengan alur ceritanya. Akan tetapi, hal tersebut bukan berarti menjadikan para penonton merasa kebosanan dengan ceritanya. Justru dengan cerita tersebut membuat film movie anime sangat diterima karena kekayaan audiovisual yang dimiliki oleh wujud adaptasinya.

Poster movie Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba Infinity Castle

Oleh karena itu, 2 jam 35 menit menonton film ini sangat membuat saya bersyukur. Rasa syukur karena penantian panjang telah tersembuhkan dengan menikmati karya film yang kaya rasa. Bagi penggemar Kimetsu no Yaiba, khususnya, semoga kita selalu panjang umur supaya dapat menikmati pengalaman menonton yang ciamik di tahun 2027 dan 2029 mendatang! Saya jamin, menonton film anime movie Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba Infinity Castle akan menjadi pengalaman yang berbeda dan tidak pernah teman-teman temukan dari film-film anime pertarungan lainnya!