Intip Bagaimana Mangaka Witch Hat Atelier Berhasil Ciptakan “Sihir” Untuk para Pembacanya
Berbagai fans yang antusias telah berkumpul di sesi QnA dengan mangaka dari Witch Hat Atelier, Shirahama Kamome di Kodansa House, New York. Sesi ini dimulai dengan memperkenalkan moderator dan juga seorang pustakawan lokal bernama Joe Pascullo, yang berbicara tentang antusiasmenya atas seri Witch Hat Atelier ini, menyampaikan bahwa seri ini akan masuk ke dalam daftar rekomendasi buku yang akan dipajang di seluruh perpustakaan di berbagai kota termasuk New York. Ia kemudian menyambut Shirahama di atas panggung untuk mengajukan beberapa pertanyaan tentang karyanya yang mengarah pada penciptaan Witch Hat Atelier saat ia menggambar langsung tokoh utama seri tersebut, Coco.
Shirahama menyatakan bahwa dia sebenarnya memulai kariernya di bidang seni sebagai ilustrator, tetapi akhirnya pindah ke manga karena ia ingin menceritakan kisah-kisah yang menarik. Oleh karena itu, dia merasa bahwa art style-nya lebih condong ke arah ilustrasi daripada manga, dan saat dia memutuskan untuk mendasarkan art style untuk Witch Hat Atelier seperti buku cerita klasik anak-anak, dia akhirnya menyadari betapa sulitnya menggambar sebuah manga dengan cara itu dan mengapa banyak mangaka lainnya tidak mau mencobanya.
Dia juga sempat menyinggung tentang beberapa karya Barat seperti DC Comics dan Star Wars, dan bagaimana dia tumbuh menonton X-Men dan Justice League, ditambah Shirahama juga mengakui bahwa dirinya adalah penggemar berat dari seri Star Wars. Dia sangat bersemangat tentang memiliki kesempatan untuk bekerja pada franchise tersebut. Satu kenangan khusus yang ia ingat tentang waktunya mengerjakan Star Wars adalah menggambar pesawat luar angkasa yang sangat rinci, hanya untuk kemudian meledak dalam rentang beberapa halaman, dan berpikir bahwa beginilah rasanya mengerjakan sesuatu untuk franchise yang sebesar itu.
Shirahama pun lanjut membicarakan manga buatannya, Witch Hat Atelier. Dia menyatakan bahwa salah satu pengaruh terbesarnya untuk menciptakan Witch Hat Atelier sebenarnya adalah Lord of the Rings dan dia mengakui senang menonton film tersebut saat masih kecil. Ketika berpikir tentang sistem sihir yang ditampilkan di seri tersebut, dia menginginkan sesuatu yang sederhana dan cukup praktis sehingga bahkan anak-anak dapat mengerti, dan menjadikannya salah satu poin penting untuk seri Witch Hat Atelier ini. Dia juga sempat ditanya tentang perasaannya atas adaptasi anime yang akan datang dan mengatakan dia senang dengan kesempatan untuk mendapatkan pembaca baru dan menerima lebih banyak umpan balik.
Akhirnya, dia ditanya tentang penerimaan kritis positif yang diterima seri Witch Hat Atelier tersebut di Barat, setelah memenangkan beberapa penghargaan, termasuk penghargaan Harvey dan Eisner, dan menyatakan bahwa dia memang sempat untuk memikirkan memiliki beberapa audiens internasional saat membuat seri tersebut, namun dia sangat terkejut melihat seberapa baik penerimaan itu di luar Jepang.
Sesi berlanjut ke QnA dari para penonton kepada Shirahama, yang bertanya tentang inspirasi lainnya dan bagaimana dia muncul dengan beberapa fashion yang ditampilkan dalam seri tersebut. Untuk inspirasi di luar properti Barat, dia mengatakan bahwa dia juga banyak mengambil dari judul-judul manga shoujo yang kurang dikenal dari seri tahun 1987 seperti Knights of Alfheim oleh Seika Nakayama dan seri tahun 1981 Yūho Ashibe, Crystal Dragon saat membuat Witch Hat Atelier ini.
Mengenai fashion, dia menyatakan bahwa dia berhati-hati untuk tidak terlalu banyak mengambil dari satu wilayah tertentu di dunia, dan mencoba untuk mendapatkan inspirasi dari berbagai budaya. Dia menyatakan bahwa dia melihat keberagaman semacam itu sebagai hal yang sangat alami, dan karena dia melihat banyak keberagaman dalam karya-karya yang dia baca saat masih anak-anak, hal itu adalah sesuatu yang ingin dia lihat tercermin dalam karyanya sendiri. Sesi tanya jawab diakhiri dengan pengumuman bagi para penggemar untuk menantikan beberapa ilustrasi mendatang terkait Witch Hat Atelier sebelum beralih ke sesi tanda tangan dengan Shirahama.
Sebelum itu, pihak Anime News Network sempat melakukan tanya jawab secara langsung mengenai seri Witch Hat Atelier dengan Shirahama, berikut isi pertanyaan dan jawabannya:
Penggambaran background dan shading di manga Witch Hat Atelier terasa sangat mengingatkan pada ilustrasi yang dapat ditemukan di halaman-halaman literatur klasik atau dongeng. Apakah ini pilihan yang disengaja berdasarkan era ilustrasi tertentu? Bagaimana proses Anda untuk menciptakan seni latar yang sangat mendetail? Apakah Anda menggunakan alat digital, atau apakah Anda bekerja dengan media tradisional?
SHIRAHAMA: “Ya. Saya telah mempelajari teknik-teknik yang sering digunakan pada era Renaisans abad ke-14 hingga ke-16, seperti gaya seni bertitik atau teknik arsir silang. Itulah jenis tekstur dan gaya seni yang sering saya rujuk saat menulis cerita. Dalam hal proses pengerjaan karya seni, saya mengerjakan semuanya dengan tangan hingga proses pewarnaan. Namun, untuk semua hal setelah titik tersebut, saat saya menggunakan warna skala abu-abu, saya menggunakan alat-alat digital.”
Seri ini berjalan dalam genre seinen, tetapi ada banyak fitur kecil seperti bagaimana cara mendesain topi penyihir Anda sendiri, atau deskripsi tentang berbagai permainan yang disertakan dalam perilisan beberapa volume, dimana hal ini terasa dirancang untuk pembaca yang lebih muda. Apa yang membuat Anda ingin menyertakannya, dan apakah Anda membayangkan anak-anak sebagai bagian dari target audiens Anda untuk seri ini? Atau apakah fitur semacam ini dimaksudkan untuk mendorong semua pembaca, tanpa memandang usia atau jenis kelamin, untuk terlibat dalam dunia cerita? Apakah Witch Hat Atelier memiliki “target audiens” tertentu di mata Anda?
SHIRAHAMA: “Jadi di Jepang itu, manga biasanya dikategorikan berdasarkan target demografi majalah yang memuatnya. Misalnya, shounen ditujukan untuk pembaca pria muda, josei ditujukan untuk pembaca wanita dewasa, dan seterusnya, tetapi seinen ini agak unik dalam arti tertentu. Seinen seperti campuran berbagai topik. Tidak sepenuhnya sesuai dengan demografi tertentu, dan ini hanya masalah mengeksplorasi cerita. Jadi ketika saya mendapat kesempatan untuk menulis untuk majalah seinen, saya mulai berpikir bahwa manga ini tidak hanya untuk pembaca pria dewasa, tetapi juga untuk pembaca yang lebih luas.”
“Oleh karena itu, manga seinen seperti genre dari semua genre di Jepang. Mengenai manga saya sendiri, saya sebenarnya menganggap anak-anak yang usianya hampir sama dengan karakternya sebagai target audiens utama cerita ini, tetapi saya juga ingin membuat cerita tersebut menyenangkan bagi audiens yang lebih luas.”
Pendidikan merupakan tema besar dalam serial ini, terutama dalam hal memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk berpikir dan belajar sendiri, alih-alih hanya mendengarkan orang dewasa. Menurut Anda, mengapa hal itu begitu penting?
SHIRAHAMA: “Saya pikir sangat penting bagi anak-anak atau orang-orang dari segala usia untuk berpikir secara mandiri. Ketika apa yang dianggap akal sehat tampak tidak rasional, mereka harus mampu mempertanyakannya sendiri. Jadi mendidik anak-anak untuk berpikir sendiri, dan membuat keputusan berdasarkan pemikiran mereka sendiri, sangatlah penting. Untuk mendorong para pembaca berpikir seperti itu, saya telah memasukkan tema-tema semacam ini dalam cerita untuk mendorong orang-orang dalam kehidupan nyata untuk menerapkannya dalam kehidupan mereka juga.”
Melalui karakter seperti Tartah dan Custas, kita melihat bagaimana masyarakat sering kali gagal mengakomodasi orang-orang penyandang disabilitas. Apakah ada hal yang membuat Anda ingin membahas topik tersebut dalam karya Anda?
SHIRAHAMA: “Hal ini juga semacam tema yang ada di seluruh seri saya. Saat ada masalah, atau situasi sulit muncul, selalu ada sesuatu yang dapat Anda lakukan dengan kreativitas. Meskipun benar bahwa dunia belum dibangun untuk mengakomodasi semua orang, setiap orang dapat menemukan cara kreatif mereka sendiri untuk mengatasi kesulitan tersebut. Dan saya harap hal itu akan menjadi sesuatu yang dipikirkan oleh para pembaca seri Witch Hat Atelier ini.”
“Jika saya bisa menggunakan sihir, saya ingin menggunakan kekuatan itu untuk membantu membuat lingkungan seseorang yang menggunakan kursi roda menjadi bebas hambatan. Jika mereka harus melakukan sesuatu seperti mengambil buku di rak tertinggi, buku itu akan turun. Itulah cara-cara yang ingin saya gunakan untuk menggunakan sihir saya. Jika saya dapat memengaruhi satu orang saja untuk berpikir seperti ini, mungkin kita masing-masing dapat membantu mengakomodasi semua orang.”
Motif dari karakter Qifrey terkadang terasa sangat campur aduk – ia menerima Coco meskipun Coco bukan dari keluarga penyihir, dan ia tampaknya punya agenda sendiri. Bisakah Anda membahas proses pembentukan karakter yang satu ini? Seberapa besar keinginan dia untuk menjadi guru yang baik bagi Coco, yang tulus dibandingkan melihatnya sebagai sarana untuk membalas dendam pada the brimmed caps?
SHIRAHAMA: “Jadi saya merasa Qifrey adalah karakter yang sangat kompleks di seri Witch Hat Atelier, dan dia sangat sulit didefinisikan. Terkadang, dia sangat penyayang dan perhatian kepada murid-muridnya, dan di lain waktu, dia hanya memanfaatkan orang lain untuk keuntungannya sendiri. Jadi ya, dia tidak mudah dijelaskan. Terkadang saya juga bingung saat menggambarnya. Meski begitu, saya merasa dia benar-benar bercita-cita menjadi guru yang baik bagi murid-muridnya, jadi saya merasa harus mendukungnya.”
Bagaimana Anda mengembangkan alur cerita tentang the brimmed caps vs brimless caps? Di Barat, tampilan brimmed caps (topi tinggi berbentuk kerucut) lebih diasosiasikan dengan sosok putri daripada pengguna sihir – pernahkah Anda menemukan umpan balik tentang itu?
SHIRAHAMA: “Ini sebenarnya pertama kalinya seseorang menanyakan kal itu kepada saya [tertawa]. Alasan mengapa the brimmed caps berkelahi melawan the brimless caps masih dirahasiakan dan belum terungkap dalam cerita. Pada titik ini, mengungkapkannya akan menjadi spoiler, jadi saya tidak akan menjelaskan terlalu detail. Namun, dalam waktu dekat, Anda mungkin akan melihat mengapa kedua kelompok penyihir di seri Witch Hat Atelier ini saling bertarung. [tertawa]“
“Mengenai bagaimana topi kerucut runcing dianggap sebagai milik seorang putri, itu bukanlah gambaran yang saya miliki saat berada di Jepang. Ini sebenarnya pertama kalinya saya menemukan ini, jadi saya berpikir, ‘Oh, begitulah cara orang menafsirkannya di Amerika’.”
Sumber: Anime News Network
Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang ya! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^
Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang