Dalam lanskap politik Jepang yang selama ini didominasi partai-partai lama seperti LDP atau Komeito, kemunculan Partai Sanseito menghadirkan warna baru yang mengejutkan. Meski belum sepopuler raksasa politik lainnya, Sanseito berhasil mencuri perhatian publik lewat ide-ide berani, pendekatan tak biasa, dan pertumbuhan basis dukungan yang pesat. Bukan sekadar pengisi ruang, mereka hadir sebagai alternatif nyata bagi masyarakat yang mendambakan perubahan. Berikut lima fakta menarik yang membuat Partai Sanseito jadi fenomena baru di politik Jepang.
1. Dari Kanal YouTube Edukasi Menuju Panggung Politik Nasional
Salah satu aspek paling revolusioner dari Partai Sanseito adalah asal-usulnya yang tidak konvensional. Berbeda dengan sebagian besar partai politik yang terbentuk dari fusi kelompok-kelompok lama atau gerakan sosial, Sanseito justru lahir dari sebuah saluran YouTube konservatif yang menarik perhatian luas. Kanal ini didirikan oleh streamer Kazuya Kyoumoto, politisi Sohei Kamiya, dan analis politik Yuuya Watase. Tujuan awalnya untuk menunjukkan kepada publik bagaimana membangun sebuah partai politik dari nol.
Pada Maret 2020, ketiganya secara resmi mendirikan Partai Sanseito. Namun, dinamika internal partai mengalami perubahan signifikan. Pada tahun 2021, baik Kyoumoto maupun Watase memutuskan untuk keluar dari partai karena perbedaan pandangan mengenai arah dan filosofi partai. Meski demikian, Sohei Kamiya tetap bertahan dan mengambil alih kepemimpinan partai hingga kini, menjadi wajah utama dan kekuatan pendorong di balik pergerakan Sanseito. Ini menunjukkan bagaimana platform media sosial kini bisa menjadi inkubator bagi lahirnya kekuatan politik yang mampu menantang kemapanan, meskipun dengan dinamika internalnya sendiri.
2. Dicap Ekstremis karena Pandangan Politiknya
Sanseitō dikenal luas karena ideologi ultrakonservatif yang mereka usung. Pandangan partai ini berakar pada nilai-nilai tradisional Jepang seperti pentingnya struktur keluarga, spiritualitas, dan pendidikan moral, namun disampaikan dengan pendekatan yang sangat tegas. Karena konsistensinya menolak globalisme, mempromosikan teori konspirasi seputar pandemi, serta sikap kritis terhadap media arus utama, Sanseitō kerap disebut sebagai partai konservatif tradisional yang ekstrem. Sejumlah pengamat bahkan melabelinya sebagai “sangat konservatif”, “nasionalis garis keras”, hingga ekstremis, meski pendukungnya menganggap partai ini sekadar berani melawan arus dominan dalam politik Jepang.
3. Sikap Anti-Asing dan Seruan Pembatasan Imigrasi
Sanseitō secara terang-terangan menunjukkan sikap anti-asing dalam berbagai pernyataan dan kebijakan yang mereka dukung. Partai ini menyatakan bahwa orang asing di Jepang sering mendapat perlakuan lebih baik daripada warga asli, dan menuding bahwa arus migrasi telah mengubah wajah budaya Jepang secara drastis. Mereka menyerukan pembatasan kepemilikan tanah oleh warga asing dan pengurangan jumlah pekerja asing. Dalam kampanye menjelang Pemilu 2025, pemimpin partai Sohei Kamiya bahkan mengklaim bahwa kehadiran orang asing meningkatkan angka kejahatan, pernyataan yang memicu kekhawatiran tentang xenofobia. Meski retorika seperti ini menarik perhatian publik yang frustrasi dengan situasi sosial-ekonomi, para analis politik mengingatkan bahwa narasi Sanseitō sering kali tak terpisahkan dari teori konspirasi dan pandangan ekstrem.
4. Menang Lewat Strategi “Grassroots” dan Komunikasi Langsung
Alih-alih mengandalkan iklan televisi yang mahal atau dukungan dari konglomerat, Partai Sanseitō memilih strategi kampanye akar rumput yang kuat dan konsisten. Mereka aktif menggelar pertemuan kecil di komunitas lokal, seminar edukasi, serta sesi diskusi terbuka dengan masyarakat di berbagai kota dan desa. Para anggota dan calon legislatif Sanseitō rutin turun langsung ke lapangan untuk mendengar aspirasi rakyat dan menjelaskan visi mereka secara personal. Pendekatan komunikasi langsung ini menciptakan rasa kedekatan dan kepercayaan antara partai dan pendukungnya. Bagi banyak pemilih, Sanseitō bukan sekadar nama di kertas suara—tetapi sosok nyata yang hadir dan peduli. Meski memerlukan lebih banyak waktu dan tenaga, strategi ini terbukti efektif membangun basis pendukung yang loyal dan militan, menjadi kekuatan utama pertumbuhan pesat partai ini di tengah persaingan politik Jepang.
5. Raih 14 Kursi di Pemilu 2025, Sanseitō Makin Diperhitungkan
Dalam pemilihan umum tahun 2025, Partai Sanseitō mencetak kejutan besar dengan memenangkan 14 kursi baru di Majelis Rendah (Dewan Perwakilan Rakyat Jepang). Dengan tambahan ini, jumlah total kursi mereka kini mencapai 15, termasuk satu kursi yang sebelumnya telah mereka duduki di Majelis Tinggi. Menariknya, dari total 15 kursi tersebut, lima di antaranya diisi oleh politisi perempuan, sebuah pencapaian yang cukup mencolok untuk partai yang baru berkembang.
Dukungan ini sebagian besar datang dari pemilih yang kecewa terhadap partai-partai besar, serta dari mereka yang tertarik pada gagasan kedaulatan nasional, kritik terhadap globalisme, dan nilai-nilai tradisional Jepang yang diusung Sanseitō. Keberhasilan ini membuktikan bahwa meskipun sempat dianggap sebagai partai pinggiran, Sanseitō kini menjelma menjadi kekuatan politik baru yang tak bisa dipandang sebelah mata di panggung nasional.
Meskipun masih tergolong baru dalam dunia politik Jepang, Partai Sanseitō telah menunjukkan bahwa mereka bukan sekadar partai pinggiran. Dengan pendekatan akar rumput yang kuat, ideologi yang tegas, dan strategi komunikasi yang berbeda dari partai-partai mapan, mereka berhasil meraih simpati sebagian masyarakat—baik dari kalangan konservatif maupun mereka yang merasa tidak terwakili oleh sistem politik saat ini.
Keberhasilan mereka di pemilu 2025 menunjukkan bahwa ada ruang bagi suara alternatif di Jepang, meski tak lepas dari kontroversi. Apakah Sanseitō akan terus tumbuh dan menjadi kekuatan utama, atau justru memudar seiring waktu? Hanya waktu dan dinamika politik Jepang yang bisa menjawabnya.
Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^