KATEGORI

Belum ada Produk di keranjang kamu, yuk cari produk incaran kamu di sini!

Dari Yurei hingga Onryo: 7 Hantu Jepang yang Tak Bisa Istirahat dengan Tenang

blog-Hantu Jepang yang Tak Bisa Istirahat dengan Tenang

Liburan Obon sudah dekat, tetapi udara sudah dipenuhi nuansa mistis dan mencekam yang sulit dijelaskan. Dedaunan musim panas berkibar, tapi kamu justru terdiam ketakutan melihat pepohonan—karena kamu tahu, tak ada angin di luar…

Kalau kamu suka merasakan sensasi merinding, yuk kenalan dengan yurei —kategori luas dalam cerita rakyat Jepang tentang hantu-hantu penuh dendam. Berbeda dari beberapa yokai yang kadang lucu atau kocak, hantu-hantu Jepang ini justru menyimpan kesedihan mendalam dan mungkin membuatmu tidak bisa tidur malam ini.

1. Goryo: The Noble Dead

Secara harfiah, goryo berarti “roh terhormat.” Namun di balik nama itu, tersembunyi sosok hantu dari kalangan bangsawan yang meninggal secara tragis. Kisah tentang goryo pertama kali muncul pada zaman Heian, di mana mereka dipercaya sebagai roh para bangsawan berkuasa yang semasa hidupnya dikhianati atau diperlakukan secara tidak adil.

Berbeda dengan hantu biasa, goryo dikenal karena kekuatan dendamnya yang luar biasa. Mereka bangkit bukan sekadar untuk gentayangan, melainkan untuk menuntut balas. Konon, kemunculan mereka bisa membawa malapetaka: wabah penyakit, bencana alam, hingga kehancuran bagi mereka yang dianggap bersalah.

Kisah Sugawara no Michizane (Tenjin-sama)

Sebagai seorang cendekiawan jenius dan pejabat yang setia, Sugawara no Michizane mengabdikan dirinya di istana kekaisaran dengan kebijaksanaan yang luar biasa. Namun, tak semua bisa menerima cahaya yang terlalu terang. Klan Fujiwara, yang merasa terancam oleh kecerdasannya, menanamkan fitnah ke telinga sang kaisar. Michizane pun dicap sebagai pengkhianat dan dibuang jauh dari pusat kekuasaan—dibiarkan mati dalam kesepian dan kehinaan.

Tapi kematian bukanlah akhir. Tak lama setelah kepergiannya, ibu kota dilanda bencana yang tak pernah terjadi sebelumnya. Langit menggelap, guntur menggelegar, dan hujan deras menenggelamkan jalanan. Kilat menyambar istana, membakar tiang-tiang kekuasaan. Api dan air bergantian meluluhlantakkan kota. Dan satu per satu, para pemimpin klan Fujiwara binasa. Bahkan sang putra mahkota, kesayangan kaisar, ikut gugur.

Ketakutan menyelimuti istana. Semua tanda mengarah pada satu nama: Michizane. Arwahnya telah berubah menjadi goryo. Untuk meredakannya, Kaisar Daigo mencabut pengasingannya, membakar dekrit yang mengutuknya, dan mengembalikan semua gelar kehormatannya. Tapi itu belum cukup.

Baru setelah rakyat membangun kuil dan mulai menyebut namanya dalam doa sebagai Tenjin-sama—dewa langit pelindung ilmu pengetahuan dan keadilan—badai perlahan mereda. Dan sejak saat itu, Michizane bukan lagi sekadar nama dalam sejarah, tapi sosok ilahi yang terus mengawasi para penyair, cendekiawan, dan mereka yang mencari kebenaran.

2. Onryo: Amarah Orang Mati

Onryo adalah hantu pendendam dalam cerita rakyat Jepang yang terkenal karena amarahnya yang membara. Berbeda dengan goryo, yang meskipun juga roh penasaran namun belum tentu jahat, onryo hampir selalu digambarkan sebagai arwah jahat yang mati dalam kemarahan dan kembali hanya untuk menakut-nakuti, menghantui, bahkan mencabut nyawa orang yang masih hidup. Mereka biasanya muncul dari korban kekerasan atau ketidakadilan, seperti perempuan yang mati karena penganiayaan, pengkhianatan, atau tindakan maniak. Sosok onryo sangat lekat dengan budaya pop Jepang, terutama dalam film horor, dengan tokoh-tokoh ikonik seperti Kayako dalam The Grudge atau Sadako dari The Ring.

Waspadalah pada Perempuan yang Menangis

Konon, saat onryo memutuskan untuk menampakkan diri, bayangan hitam akan menyelimuti siapa pun yang malang menemukannya. Semuanya dimulai dengan rasa yang sulit dijelaskan, gelombang mual yang datang tiba-tiba, sakit kepala berdenyut, dan rasa sesak di dada. Suasana berubah jadi pekat, seakan dunia sedang menahan napas.

Di tengah kegelapan itu, kamu mungkin melihat seorang perempuan tergeletak lemas, nyaris tak bernyawa, tubuhnya setengah tersembunyi dalam bayang-bayang. Tapi saat kamu mendekat, keheningan yang mencekam itu pecah oleh isakan pelan yang makin lama makin memilukan. Erangan lirih mengiringi bisikan-bisikan aneh dari mulutnya—kata-kata yang tak kamu pahami, tapi terasa menembus ke dalam tubuhmu, dingin dan menyiksa.

Dan sebelum sempat mundur, ia bangkit. Melayang ke arahmu, tangan terentang dengan gerakan patah-patah yang tak wajar, seolah ingin mencengkeram kepalamu. Rambutnya yang tebal jatuh menutupi pandanganmu, membungkusmu dalam kegelapan seperti kain kafan. Di saat itu, tubuhmu mulai melemah, diseret ke dalam rasa sakit yang menusuk dan tak berujung. Mereka yang tak bisa lepas dari pelukannya hanya punya satu akhir: nyawa yang direnggut perlahan oleh kutukan dendam yang tak pernah mati.

3. Ubume: Beban Para Ibu

Ubume adalah hantu perempuan yang meninggal saat melahirkan—terkadang bersama bayinya, terkadang meninggalkan anak itu. Dorongan kuat untuk melindungi buah hatinya membuat roh sang ibu kembali ke dunia orang hidup. Ia sering muncul sebagai sosok pucat dan sedih yang menggendong bayi di pelukannya. Dalam banyak kisah, Ubume akan menghampiri seorang pejalan kaki lalu menyerahkan bayi itu sebelum menghilang. Namun saat orang itu melihat ke bawah, mereka hanya mendapati sebuah batu berat atau seikat daun yang dingin dan lembap.

Dalam versi legenda yang lebih menyeramkan, Ubume digambarkan lebih mengerikan. Ia muncul berlumuran darah, hanya mengenakan koshimaki compang-camping, dan tak henti-hentinya menggendong sisa-sisa janin yang belum berkembang.

Wasiat Seorang Ibu

Di tengah malam, ia muncul di jalanan sunyi, menggendong bayi mungil yang baru lahir. Dengan langkah limbung, ia menyusuri pertokoan, berharap menemukan makanan untuk sang anak. Para penjaga toko yang tersentuh oleh keputusasaannya akan menerima koin yang ia berikan, tapi saat pagi menjelang, mereka baru menyadari bahwa koin-koin itu tak lain hanyalah daun kering yang berserakan di lantai.

Ada yang bilang, Ubume sering menunggu di depan kuil atau di persimpangan jalan yang sepi, berdiri dalam diam cukup lama hingga ada seseorang yang berhenti. Kepada orang itu, ia akan menyerahkan bayinya—dengan harapan samar bahwa si kecil bisa tumbuh di tangan orang yang masih hidup. Tapi ketika si penolong menunduk untuk melihat bayi itu, yang tertinggal hanyalah sebongkah batu dingin atau seikat daun basah oleh embun.

4. Shiryo: Lebih Mati dari Mati

Shiryo adalah hantu dalam budaya Jepang yang mewakili roh orang yang baru saja meninggal dunia. Dalam namanya terkandung kanji 死 (shi) yang berarti “kematian”, menegaskan bahwa entitas ini bukan sosok mistis yang indah, melainkan representasi nyata dari kehilangan. Shiryo biasanya muncul sesaat setelah kematian untuk mengucapkan salam perpisahan kepada orang terdekat. Namun tidak selalu sesederhana itu—kadang, kehadirannya berubah menjadi pertanda buruk. Bukannya hanya mengucap selamat tinggal, Shiryo bisa datang untuk menjemput orang yang mereka cintai agar ikut bersamanya ke alam baka.

Ayah yang Datang Menjemput

Seorang gadis ditinggalkan sendirian setelah ayahnya meninggal mendadak. Ia mulai melihat arwah ayahnya datang ke rumah, tapi bukan untuk mengucapkan selamat tinggal—melainkan seolah ingin membawanya pergi juga. Beberapa teman mencoba menginap untuk menemaninya, tapi mereka pun ikut melihat sosok itu. Setelah beberapa malam yang penuh gangguan, semuanya berhenti. Tapi sejak itu, gadis itu tak pernah benar-benar sama lagi.

5. Funayurei: Hantu Kapal

Menurut cerita-cerita rakyat Jepang, Funayurei adalah arwah penasaran dari mereka yang meninggal di laut—biasanya akibat kapal karam. Mereka dipenuhi dendam dan sering muncul untuk menenggelamkan kapal lain, seolah ingin menyeret orang hidup ke nasib yang sama. Sosok mereka digambarkan memiliki tubuh bersisik seperti ikan, mata kosong, dan kepala yang cacat. Dalam malam berkabut, mereka terlihat berdiri di atas kapal hantu yang menyala samar, menunggu untuk menambah awak baru.

Ketika Kabut Muncul

Konon katanya, begitu funayurei melihat haluan kapalmu muncul di tengah kabut laut, tak ada jalan untuk mundur. Sosok-sosok pucat, basah kuyup, dan tanpa suara mulai muncul satu per satu, lalu mendadak menyerbu ke atas dek. Setiap arwah yang naik membuat jumlah mereka tampak makin banyak, dan para awak kapal yang masih hidup dilanda kepanikan. Banyak yang mencoba mengarahkan kapal dengan panik, hanya untuk kehilangan kendali dan ikut tenggelam—menyusul para arwah yang kini berdiri di depan mereka.

Meski begitu, masih ada secercah harapan. Para pelaut tua percaya bahwa melemparkan makanan ke laut bisa mengalihkan perhatian para funayurei. Katanya, arwah-arwah itu akan mengambil persembahan itu dan membiarkan kapal melanjutkan pelayarannya. Tapi tidak semua orang percaya cara ini benar-benar berhasil. Soalnya, arwah pendendam biasanya tidak mudah dibujuk hanya dengan sedikit makanan.

6. Fudakaeshi: Sang Persuasif

Fudakaeshi dikenal sebagai arwah licik yang mampu membujuk orang untuk melepaskan jimat pelindung mereka terhadap fuda (hantu). Mereka sendiri tak bisa menyentuh jimat itu secara langsung, tapi lewat rayuan, bisikan manis, atau janji palsu, fudakaeshi menargetkan mereka yang bodoh atau tamak. Begitu jimat itu dilepas, jalan terbuka bagi roh-roh pendendam lain untuk masuk dan mencelakai sang korban.

Pertama kali dikenal lewat Kyoka Hyaku Monogatari, kumpulan puisi jenaka bertema hantu dari akhir zaman Edo, fudakaeshi biasanya muncul sebagai wanita cantik berambut panjang, mengenakan kimono lusuh, dengan tubuh semi-transparan yang melayang tenang.

Botan no Doro

Konon, fudakaeshi dulunya adalah arwah seorang wanita yang masih memendam rasa cinta. Malam demi malam, ia berdiri diam di depan rumah pria yang pernah mengisi hatinya, namun tak bisa masuk karena tertahan oleh jimat-jimat pelindung yang tergantung di ambang pintu.

Tapi cinta, bahkan setelah kematian, bisa tetap abadi. Dengan suara lembut, ia membisikkan rayuan di balik tirai kertas: “Lepaskan saja jimatnya, dan biarkan aku masuk.” Malam demi malam, suaranya terus memanggil. Dan pada akhirnya, sang pria luluh.

Saat jimat itu dilepas, angin malam membawa sosoknya masuk. Mereka pun bertemu kembali—sentuhan yang dingin, senyum yang samar, kehadiran yang terasa seperti mimpi. Tapi saat fajar datang, pria itu ditemukan tak bernyawa, wajahnya pucat, matanya kosong. Jiwanya telah dibawa pergi, tenggelam dalam pelukan yang tak pernah benar-benar membebaskan.

7. Suppon no Yurei: Hantu di Piringmu

Yūrei biasanya adalah arwah penasaran manusia yang mendambakan pembalasan dendam, tapi tidak semua berasal dari dunia yang sama—suppon no yūrei, misalnya, adalah roh kura-kura bertempurung lunak yang bangkit untuk menghantui siapa pun yang pernah menangkap, menjual, atau memakannya.

Softshell Son

Dahulu kala, di sebuah desa di tepi sungai, hidup seorang pria yang menggantungkan hidup dari menangkap kura-kura tempurung lunak atau suppon. Dagingnya mahal, dicari banyak orang, dan ia merasa beruntung bisa menjualnya setiap hari di pasar. Namun, ia tak pernah memikirkan bahwa di balik cangkang licin itu, ada nyawa yang tak rela direnggut begitu saja.

Malam demi malam, ia mulai dihantui makhluk-makhluk aneh. Sosok-sosok tinggi berkulit pucat dan berlendir, dengan bibir bengkak dan mata kosong, muncul di samping tempat tidurnya. Mereka tak bersuara, hanya menatap dengan tatapan sedih yang perlahan berubah menjadi amarah. Sekencang apa pun ia berdoa, sekencang apa pun pintu dikunci, mereka tetap datang.

Kutukan itu mencapai puncaknya saat anak pertamanya lahir. Wajah sang bayi sangat asing—moncong mungilnya runcing, jari-jarinya berselaput, dan tubuhnya terasa dingin saat disentuh. Bayi itu tak bisa makan nasi atau sup, hanya cacing tanah yang bisa membuatnya tenang. Warga desa mulai berbisik: ini bukan bayi manusia. Tapi sebagian lagi hanya berkata pelan—jangan ambil terlalu banyak dari alam, atau alam mungkin akan mengambil sesuatu sebagai balasannya.

Menyambut Obon bukan hanya tentang reuni keluarga dan menghormati leluhur, tetapi juga momen ketika batas antara dunia nyata dan arwah menjadi tipis. Cerita-cerita yūrei ini mengingatkan kita bahwa bahkan dalam kematian, emosi manusia tetap hidup.

Jadi saat kamu menyalakan lentera musim panas malam ini pastikan tidak ada bayangan tambahan yang berdiri di belakangmu.

Sumber: savvytokyo

Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^ 

Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang