Jepang Tidak Punya THR, tapi Mereka Punya Tradisi yang Lebih Menggiurkan!

Di Indonesia, menjelang Lebaran ada satu hal yang paling ditunggu-tunggu selain ketupat dan opor ayam: Tunjangan Hari Raya alias THR! Bonus tahunan ini jadi penyelamat dompet bagi banyak pekerja dan sumber kebahagiaan bagi anak-anak yang menerima angpau dari keluarga. Tapi, tahukah kamu kalau di Jepang tidak ada konsep THR seperti di Indonesia? Meski begitu, orang Jepang punya beberapa tradisi pemberian uang yang tak kalah menarik—bahkan mungkin lebih menggiurkan!
Menariknya, tradisi pemberian uang di Jepang tidak hanya terjadi pada satu momen tertentu seperti THR di Indonesia. Sebaliknya, ada berbagai kesempatan sepanjang tahun di mana uang diberikan, baik untuk anak-anak, pekerja, maupun dalam hubungan sosial lainnya. Yuk, kita lihat beberapa di antaranya!
THR versi Jepang
1. Otoshi-dama: THR Versi Anak-anak di Jepang

Kalau di Indonesia anak-anak bahagia karena dapat angpau Lebaran dari orang tua dan kerabat, di Jepang mereka punya otoshi-dama. Tradisi ini berlangsung saat Tahun Baru (Shōgatsu, di mana anak-anak menerima amplop berisi uang (pochibukuro) dari orang tua, kakek-nenek, dan kerabat dekat. Jumlahnya bervariasi tergantung usia anak, tapi umumnya berkisar antara 1.000 hingga 10.000 yen. Makin besar anaknya, makin besar uangnya—mirip kayak kenaikan THR berdasarkan jabatan, ya?
Meskipun terlihat sederhana, ada beberapa aturan etika dalam memberikan otoshi-dama:
- Jangan memberikan otoshi-dama kepada anak bos Anda.
- Jangan memberikan otoshi-dama kepada orang tua, mertua, atau orang yang lebih tua.
- Jangan memberikan uang tanpa dibungkus dalam amplop khusus (pochibukuro).
- Jangan memberikan uang yang penyok atau rusak.
- Jangan memberikan jumlah yang tidak wajar (misalnya angka yang berkonotasi buruk seperti 4 atau 9, yang dianggap sial dalam budaya Jepang).
- Jangan memberikan otoshi-dama kepada anak yang sedang berduka.
Menariknya, meskipun tradisi ini umumnya diperuntukkan bagi anak-anak, orang dewasa juga bisa menerima otoshi-dama dalam beberapa kondisi tertentu:
- Dewasa muda yang belum menikah masih bisa menerima otoshi-dama dari orang tua atau kerabat.
- Kerabat yang lebih tua dapat memberikan otoshi-dama sebagai bentuk berkat bagi anggota keluarga yang lebih muda.
- Penawaran perusahaan, di mana beberapa perusahaan memberikan otoshi-dama dalam bentuk bonus kepada karyawan mereka saat Tahun Baru.
2. Bonus Musim Panas dan Musim Dingin: Lebih Besar dari THR!

Bagi pekerja di Jepang, meski tidak ada THR yang khusus diberikan saat hari raya, mereka mendapatkan bonus yang lebih dari cukup! Mayoritas perusahaan di Jepang memberikan bonus dua kali setahun, yaitu pada musim panas (Juni) dan musim dingin (Desember). Jumlahnya? Bisa mencapai dua hingga tiga kali gaji bulanan! Jadi, kalau dibandingkan dengan THR yang biasanya setara satu kali gaji di Indonesia, orang Jepang malah bisa dapat lebih banyak dalam setahun. Mantap, kan?
3. Shūgi-bukuro: Hadiah Pernikahan yang Bisa Jadi Modal Masa Depan

Di Indonesia, kalau ada pernikahan biasanya kita memberi amplop berisi uang sebagai hadiah untuk pengantin. Nah, di Jepang juga ada tradisi serupa yang disebut goshūgi. Bedanya, jumlah uang yang diberikan bisa sangat besar! Tamu yang menghadiri pernikahan biasanya memberikan antara 10.000 hingga 50.000 yen dalam amplop khusus bernama shūgi-bukuro. Semakin dekat hubungan dengan pengantin, semakin besar jumlah yang diharapkan.
Ada pula aturan terkait jumlah uang yang diberikan dalam goshūgi:
- Umumnya, angka utama dari jumlah uang yang diberikan adalah angka ganjil, seperti ¥10.000 atau ¥30.000, yang melambangkan bahwa pasangan pengantin tidak dapat dipisahkan.
- Jika angka utama berupa angka genap, seperti ¥20.000, maka uang biasanya diberikan dalam bentuk pecahan ganjil (misalnya 1 lembar ¥10.000 dan 2 lembar ¥5.000).
- Jumlah dengan kelipatan 4, seperti ¥40.000, biasanya dihindari karena angka 4 (shi) memiliki pelafalan yang sama dengan kata “kematian” dalam bahasa Jepang.
- Demikian pula, jumlah yang merupakan kelipatan 9 tidak disarankan karena angka 9 (ku) terdengar seperti kata “penderitaan”.
Tapi jangan senang dulu—di Jepang juga ada budaya okaeshi, di mana pengantin harus memberikan hadiah balasan yang nilainya sekitar setengah dari uang yang diterima. Jadi, jangan harap bisa untung besar!
4. Oseibo dan Chūgen: Hadiah Musiman untuk Relasi

Di Jepang, ada dua tradisi utama dalam pemberian hadiah musiman, yaitu oseibo dan ochugen. Ochugen diberikan pada pertengahan tahun, sekitar bulan Juli, sedangkan oseibo diberikan menjelang akhir tahun, pada bulan Desember. Kedua tradisi ini bertujuan untuk mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada seseorang, baik itu rekan kerja, atasan, dokter keluarga, guru, maupun kerabat.
Selama musim ochugen dan oseibo, banyak toko di Jepang yang menyiapkan rak khusus berisi berbagai pilihan hadiah. Ochugen sering kali disertai dengan simbol khusus yang ditulis di atas kertas atau kartu hadiah, dihiasi pita merah dan putih—warna yang melambangkan perayaan dalam budaya Jepang.
Hadiah yang umum diberikan antara lain wagashi, makanan ringan, buah-buahan, ham, dan alkohol. Namun, ada juga yang memilih memberikan uang sebagai tanda terima kasih.
Menariknya, hadiah ochugen dan oseibo tidak harus mahal. Yang terpenting adalah niat baik di balik pemberian tersebut, menjadikannya salah satu tradisi unik yang mempererat hubungan sosial dalam budaya Jepang.
5. Koden: Tanda Bela Sungkawa dalam Bentuk Uang

Selain dalam momen bahagia, tradisi pemberian uang juga terjadi saat pemakaman. Di Jepang, ada budaya koden, yaitu uang yang diberikan kepada keluarga yang berduka sebagai bentuk belasungkawa dan membantu biaya pemakaman. Tradisi ini dianggap sebagai cara untuk meringankan beban keluarga yang ditinggalkan, baik untuk membayar biaya pemakaman maupun sebagai dukungan finansial selama masa berkabung.
Koden biasanya diberikan dalam amplop khusus yang disebut kohaku-bukuro, dengan jumlah uang yang berkisar antara 3.000 hingga 30.000 yen. Besarnya nominal tergantung pada seberapa dekat hubungan dengan almarhum. Namun, ada aturan yang harus diperhatikan—jumlah uang yang diberikan tidak boleh mengandung angka 4 (shi) dan 9 (ku), karena dalam bahasa Jepang, angka-angka tersebut melambangkan kematian dan penderitaan.
Itulah dia berbagai tradisi pemberian uang di Jepang yang bisa dibilang sebagai “versi Jepang” dari THR! Walaupun tidak ada THR seperti di Indonesia, orang Jepang memiliki kebiasaan berbagi rezeki dalam berbagai kesempatan sepanjang tahun. Mulai dari otoshi-dama yang membuat anak-anak tersenyum bahagia, hingga bonus kerja yang jumlahnya bisa bikin iri, Jepang punya cara tersendiri dalam mempererat hubungan sosial lewat pemberian uang. Jadi, mana yang lebih menarik buat Titipers—THR setahun sekali atau tradisi uang ala Jepang yang hadir di berbagai momen?
sumber: savvytokyo ; wikipedia 1 , 2 ; kcpinternational ; kumparan
gambar sampul diambil dari savvytokyo
Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang ya! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^
Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang