[URBAN LEGEND] Keberadaan Oni, Makhluk Supranatural dalam Kehidupan di Jepang

Oni adalah makhluk kuat yang jahat dan menakutkan dan dipercaya dipercaya memiliki kekuatan supranatural dalam kepercayaan Jepang. Oni dikabarkan datang dari dunia lain untuk membawa bencana atau nasib baik. Kekuatan yang dimilikinya dipercaya memiliki kekuatan baik dan jahat, sehingga menjadi objek pemujaan sekaligus dihindari kehadirannya. Terkadang mereka menyambut pengunjung ke onsen (pemandian air panas) Beppu atau membawa kebahagiaan bagi orang-orang Kunisaki. Meskipun sebagian besar memiliki reputasi jahat, ada juga beberapa oni ramah. Oni termasuk dalam jenis youkai. Youkai adalah makhluk supranatural Jepang yang umumnya berbuat kejahatan atau membahayakan manusia, walau ada juga yang pasif atau tidak terlalu berbahaya bagi manusia.

Dalam aksara hanzi bahasa Tionghoa,  oni dibaca sebagai “guÇ” yang berarti arwah orang meninggal. Bagi orang Tionghoa, kata “oni” tabu untuk diucapkan. Di Jepang, aksara yang sama dibaca sebagai oni (iblis), mono (arwah yang berdiam), atau kami.

Oni digambarkan sebagai laki-laki besar berambut gondrong dan keriting. Matanya besar menyeramkan. Oni dibedakan menjadi dua, yaitu oni merah yang memiliki dua tanduk dan oni biru yang memiliki satu tanduk. Mulutnya dipenuhi gigi bertaring. Kukunya panjang dan tajam. Ia mengenakan pakaian berupa cawat (fundoshi) dari kulit harimau. Ia juga membawa senjata yang disebut kanebou, berbentuk sebilah gada penuh duri-duri tajam.

 Asal-Usul Oni 

Oni digambarkan berdasarkan konsep budaya Tiongkok dan Onmyoudou yang menetapkan mata angin timur laut sebagai arah sial atau kimon (“gerbang oni“). Mata angin timur laut berada di antara utara (“kerbau”) dan timur (“harimau”), dan ditulis sebagai ushitora. Kerbau memiliki tanduk sehingga oni digambarkan bertanduk. Gigi taring dan kuku tajam berasal gambaran sosok harimau, sehingga perlu diperjelas dengan memakai cawat dari kulit harimau. Dalam cerita rakyat, Momotaro membasmi oni dengan bantuan monyet, burung pegar, ayam, dan anjing. Semuanya adalah nama hewan yang dijadikan nama mata angin yang berlawanan dengan arah timur laut.

Shuuten Douji adalah oni yang kabarnya tinggal di Provinsi Tanba. Ia digambarkan memiliki tanduk dengan rambut berwarna merah yang tumbuh menjadi satu dengan kumis, janggut, cambang, serta alis. Tangan dan kakinya seperti tangan dan kaki beruang. Awalnya oni merupakan sosok yang tidak terlihat dan berasal dari kata “onu” (menyembunyikan). Oni juga digambarkan sebagai pria tampan atau wanita cantik yang suka memangsa laki-laki atau perempuan muda yang ia inginkan. Gambaran tentang oni yang sekarang diketahui orang diperkirakan bercampur dengan sosok raksasa.

Oni dalam cerita rakyat sering digambarkan berkulit merah dengan rambut pirang atau coklat tua. Sosok oni diperkirakan berasal dari penampilan bajak laut yang datang dari perairan sekitar Rusia. Kulit mereka yang putih menjadi merah setelah terbakar matahari. Penduduk setempat yang belum pernah melihat orang asing mengira mereka adalah oni.

 

 Masyarakat Kunisaki Berteman dengan Oni 

Di Kunisaki,  terdapat malam di mana masyarakat dapat bertemu oni. Shujō Onie adalah upacara peringatan terbesar di Kunisaki. Bunga api beterbangan, dan asap yang menyesakkan memenuhi udara saat oni menari liar dengan obor. Dalam upacara tersebut dibacakan percikan api dari obor mengenai sekitarnya, mantra dibacakan, obor dipukul agak keras, orang yang mengikuti upacara menjerit gembira. Percikan api dipandang sebagai pertanda panen yang melimpah dan kesehatan yang baik.

Oni dari Kunisaki menggunakan kekuatan mereka untuk mencegah kesulitan dan bencana. Oleh karena itu, masyarakat Kunisaki menyembah oni.  Persembahan untuk oni biasanya adalah mochi dekoratif (kue beras) dan mochi besar. Di antara interval layanan panjang, cabai rawit, atau “tanpa mezamashi; kue beras panggang pedas” diberikan kepada para biksu, dan pada akhirnya, mochi bundar besar bertebaran untuk keberuntungan. Setiap tahun, Shujō Onie juga menjanjikan hasil panen yang kuat untuk tanaman Kunisaki. Setelah upacara berakhir di Iwatoji dan Jōbutsuji, oni kembali ke koloni mereka.

Di Kunisaki, para biksu ​​memainkan peranan penting dalam persahabatan yang mendalam dan kuat antara manusia dan oni. Para biksu Buddha kuno mendirikan “mineiri”, pelatihan yang melibatkan perjalanan di sekitar gua-gua yang dibangun di punggung bukit. Gua-gua itu awalnya dibangun ketika para biarawan pergi mencari oni yang tinggi di pegunungan. Gagasan untuk berhubungan secara alami dengan para dewa di gua-gua mistis ini telah menjadi bagian dari sejarah Kunisaki selama 1000 tahun. Banyak gua yang disebut “okunoin”. Mereka dianggap sebagai asal mula kepercayaan oleh setiap kuil. Tak lama, di enam wilayah Kunisaki, hingga 65 kuil dibangun, dan budaya Buddha “Rokugo Manzan” didirikan.

Sebagian besar kuil yang berada di Kunisaki membuat topeng oni. Para pendeta akan berpakain seperti oni sebagai ritual berdoa untuk segalanya mulai dari perdamaian dan keamanan nasional hingga hujan. Saat ini, kuil-kuil yang tidak lagi merayakan Shujo Onie mengadakan kebaktian dengan topeng iblis pada tanggal Shujo Onie. Topeng oni dalam ritual ini sangat bervariasi. Tidak semuanya memiliki ekspresi yang mengintimidasi. Jika topeng tersebut dipandang dalam durasi cukup lama, terkadang akan tampak tersenyum, bangga pada waktu-waktu tertentu, dan mungkin mereka bahkan akan menceritakan kisah-kisah masa lalu yang penuh air mata.

 

Di Jepang, terdapat beberapa event dan tradisi yang berhubungan dengan setan, yaitu :

 

 Setsubun: Demons and Bean Throwing 

Setsubun adalah salah satu festival yang paling banyak diadakan di Jepang. Festival tersebut diadakan dengan upacara  di setiap kuil berukuran cukup besar di seluruh negeri. Dalam pelaksanaan upacara, ada ritual melemparkan kacang dengan tujuan untuk menangkal setan.  Di beberapa kuil menggunakan oni untuk berperan melawan kerumuman orang yang meneriakkan “Oni wa Soto, Fuku wa Uchi” yang artinya “Setan pergilah keluar, kebahagiaan ada di dalam (rumah)!”. Tradisi ini diadakan pada beberapa hari pertama bulan Februari, tepat sehari sebelum musim semi. Bersamaan dengan melempar kacang, orang-orang makan sushi gulung spesial Eho-maki sambil menghadapi arah keberuntungan tahun itu.

 

 Festival Namahage Sedo 

Di prefektur Akita, terdapat sebuah festival yang diadakan di tengah musim dingin yang bersalju. Festival tersebut adalah Namahage Sedo yang merupakan aset budaya tak berwujud di Jepang. Setan yang mengerikan mencari anak-anak yang nakal atau malas dan awalnya mencari mereka yang duduk di samping api terlalu lama. Namun, mereka juga membantu dengan doa untuk panen padi. Setan terlihat turun  dari gunung dengan obor menyala di awal Februari untuk mencari anak-anak nakal di kota. Ia membawa drum, api, dan beberapa makanan manis untuk dibagikan.

 

Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^

Sumber: kemhan, fun!japan, onie

Sumber gambar : japantravel, learnjapanese123

Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang

Budaya News Rubrik Urban Legend

Apakah Ada Mitos Banjir Bandang di Jepang?

Tinggalkan Balasan