Panduan Lengkap Menghadapi Demam Serbuk Sari di Jepang – Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasinya

Musim semi di Jepang selalu jadi momen yang dinanti-nanti—udara mulai menghangat, bunga sakura bermekaran, dan jalanan dipenuhi suasana ceria. Tapi di balik keindahannya, ada satu “tamu tak diundang” yang bikin banyak orang menderita. Siapa lagi kalau bukan demam serbuk sari, atau yang dikenal dengan kafunshō.
Buat sebagian orang, musim semi bukan cuma soal piknik di bawah pohon sakura, tapi juga soal persediaan tisu, obat antihistamin, dan perjuangan melawan hidung meler yang tak kunjung reda. Bahkan, sekitar 40% penduduk Jepang mengalami alergi ini—angka yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Kalau Titipers baru pindah ke Jepang atau sedang liburan saat musim semi, jangan kaget kalau tiba-tiba kamu ikut bersin-bersin juga!
Lalu, dari mana asal serbuk sari ini? Kenapa bisa separah itu? Dan yang paling penting: gimana cara menghadapinya?
Yuk, simak panduan lengkap tentang demam serbuk sari di Jepang—biar Titipers bisa tetap menikmati musim semi tanpa harus “berperang” dengan tisu setiap hari.
Daftar Isi
Kenapa Demam Serbuk Sari Begitu Umum di Jepang?
Meski saat ini menjadi masalah nasional setiap musim semi, demam serbuk sari rupanya bukan masalah besar di Jepang hingga awal tahun 1960-an. Lalu, apa yang berubah?
Semua berawal dari kebijakan reboisasi setelah Perang Dunia II. Pemerintah saat itu mendorong penanaman pohon cedar Jepang (sugi) dan cemara Jepang (hinoki) dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan kayu industri konstruksi.
Namun, ketika pohon-pohon ini mencapai usia dewasa (sekitar 30 tahun ke atas), mereka mulai memproduksi serbuk sari dalam jumlah besar. Kombinasi dari pohon yang menua dan urbanisasi membuat paparan serbuk sari meningkat drastis setiap tahunnya.
Musim dan Penyebab Utama Demam Serbuk Sari

Ada dua jenis pohon yang paling sering jadi biang keladi kafunshō di Jepang:
- Cedar Jepang (Sugi):
Menyebar luas di wilayah timur dan barat Jepang, termasuk Tokyo. Musim puncaknya biasanya dimulai dari pertengahan Maret hingga awal April, dan bisa bertahan sampai enam hingga delapan minggu. - Cemara Jepang (Hinoki):
Penyerbukannya dimulai sekitar tiga minggu setelah sugi, memperpanjang musim alergi hingga akhir musim semi.
Gabungan dua periode ini membuat banyak orang di Jepang merasakan efek demam serbuk sari selama hampir dua bulan penuh setiap tahun. Nggak heran kalau tisu dan masker jadi sahabat setia selama musim semi!
Gejala Umum Demam Serbuk Sari di Jepang

Bagi yang belum pernah mengalami, demam serbuk sari mungkin terdengar sepele. Tapi begitu Titipers mengalaminya di puncak musim, rasanya seperti flu yang tak kunjung sembuh.
Gejala paling umum yang dirasakan banyak orang antara lain:
- Bersin terus-menerus
- Hidung meler atau tersumbat
- Mata gatal, merah, dan berair
- Sakit tenggorokan, batuk terus-menerus, dan kulit gatal
- Kelelahan dan menurunnya indra perasa
Dalam kasus yang lebih parah, penderita bisa mengalami asma atau infeksi sinus kronis. Jadi meskipun “cuma alergi”, efeknya bisa serius banget.
Cara Mengobati Demam Serbuk Sari di Jepang
Untungnya, apotek Jepang menyediakan berbagai pilihan obat bebas (over-the-counter alias OTC) untuk membantu meredakan gejala demam serbuk sari, termasuk:
- Antihistamin seperti Allegra dan Claritin, yang membantu meredakan bersin, gatal, dan hidung meler.
- Semprotan Hidung seperti Flonase dan Nasonex bisa membantu mengatasi hidung tersumbat.
Tips Praktis untuk Mencegah dan Mengurangi Gejala

Kalau Titipers ingin meminimalkan paparan serbuk sari, ada beberapa langkah praktis yang bisa kamu ambil:
- Gunakan masker dengan kepadatan tinggi yang dirancang untuk menghalangi masuknya serbuk sari (tersedia di banyak apotek dan convenience store).
- Pilih pakaian yang halus dan hindari bahan seperti wol yang mudah menangkap serbuk sari.
- Bersihkan rumah secara rutin, terutama tirai, karpet, dan ventilasi.
- Tutup jendela saat jumlah serbuk sari tinggi, terutama pagi hari.
- Tetaplah di dalam ruangan, terutama saat jumlah serbuk sari tinggi. Gunakan kesempatan ini untuk mengunjungi museum, kafe indoor, atau bersantai di rumah.
Produk Rekomendasi untuk Pejuang Kafunshō
Selain obat, banyak produk di Jepang yang dirancang khusus untuk membantu mengelola gejala demam serbuk sari, termasuk:
- Kacamata anti-serbuk sari: Tampak seperti kacamata biasa, tapi dengan perlindungan tambahan di sisi-sisinya agar serbuk sari tidak masuk ke mata.
- Semprotan anti-alergen untuk ruangan: Membantu menetralkan partikel serbuk sari.
- Pembersih udara dengan HEPA filter: Bisa menyaring serbuk sari di dalam ruangan.
Kapan Harus ke Dokter?
Kalau Titipers merasa gejala demam serbuk sarimu semakin parah atau tidak membaik setelah menggunakan obat-obatan OTC, sebaiknya konsultasikan dengan dokter. Beberapa tanda kamu perlu bantuan medis:
- Kesulitan bernapas
- Kemerahan dan gatal yang tidak membaik dengan antihistamin
- Mengi, batuk berkepanjangan, atau sesak napas
Untuk Titipers yang membutuhkan dokter berbahasa Inggris, situs seperti Japan Healthcare Info bisa menyediakan direktori yang bermanfaat.
Tes Alergi & Imunoterapi

Bagi penderita kafunshō kronis, dua opsi medis ini bisa jadi solusi jangka panjang:
- Tes Alergi: Klinik di Jepang menyediakan tes darah atau skin prick test dengan harga sekitar ¥5.000–¥10.000. Tes ini bisa ditanggung oleh Asuransi Kesehatan Nasional.
- Imunoterapi (terapi hiposensitisasi): Perawatan jangka panjang yang melibatkan pemberian dosis kecil alergen untuk membangun toleransi tubuh. Umumnya dilakukan selama 2–3 tahun dan bisa mengurangi reaksi alergi secara signifikan.
Walaupun demam serbuk sari bisa jadi musuh besar saat musim semi, bukan berarti Titipers nggak bisa menikmati keindahan musim ini. Dengan pencegahan yang tepat, pengobatan yang sesuai, dan sedikit adaptasi gaya hidup, kamu tetap bisa menikmati sakura dan sinar matahari tanpa terganggu hidung meler.
Kalau Titipers termasuk #TimKafunsho, semoga panduan ini bisa membantu kamu melewati musim ini dengan lebih nyaman.
sumber: tokyoweekender
Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^
Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang