AI Ghibli: Tren Viral yang Menuai Kontroversi

Fitur pembuatan gambar ChatGPT terbaru memicu perdebatan sengit tentang kepemilikan kreatif.
TITIP JEPANG-AI Ghibli: Tren Viral yang Menuai Kontroversi

Selama seminggu terakhir, media sosial dipenuhi dengan gambar-gambar bergaya Studio Ghibli yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan (AI). Tren ini bermula dari peluncuran fitur terbaru ChatGPT, yakni 4o Image Generation, pada 25 Maret oleh OpenAI. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk membuat gambar berbasis AI dari perintah teks atau gambar yang diunggah. Dengan cepat, ribuan orang di Instagram dan X mengubah avatar mereka menjadi versi diri mereka dalam gaya animasi khas Ghibli, mengikuti jejak CEO OpenAI, Sam Altman, yang memelopori tren ini di X.

Namun, di balik euforia kreativitas yang tampak tidak berbahaya ini, muncul perdebatan panas mengenai hak cipta dan etika penggunaan AI dalam seni.

Kekhawatiran Hak Cipta

Banyak pengguna kagum dengan seberapa baik AI mampu meniru estetika lembut dan emosional khas Studio Ghibli, mulai dari foto ikonik dunia hingga adegan keseharian yang biasa kita lihat. Namun, tak sedikit pula yang mempertanyakan keabsahan dan implikasi moralnya.

Yusuf Dikec di Olimpiade 2024, di-ghibli-kan

Menurut Evan Brown, seorang pengacara hak kekayaan intelektual, gaya artistik sendiri belum dapat dilindungi oleh hukum hak cipta. Akan tetapi, jika OpenAI memang menggunakan jutaan bingkai dari film-film Ghibli untuk melatih model AI mereka, maka aspek legalitasnya menjadi lebih rumit. “Saya pikir [area abu-abu hukum] ini menimbulkan pertanyaan yang sama yang telah kami tanyakan pada diri sendiri selama beberapa tahun ini,” kata Brown dalam wawancara dengan TechCrunch.

Kasus seperti ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, fitur AI di model Gemini Flash milik Google—yang memungkinkan penghapusan tanda air dengan mudah—juga menimbulkan perdebatan serupa. Begitu pula dengan gugatan The New York Times terhadap OpenAI dan Microsoft pada Desember 2023 karena penggunaan materi berhak cipta tanpa izin dalam pelatihan AI.

AI Ghibli dan Ironi Besar yang Menghantui

cuplian adegan dari dari “The Wind Rises” (2013)

Persoalan etika yang lebih luas juga mencuat. Tren ini bukan sekadar tentang plagiarisme atau hak cipta, tetapi juga bertentangan dengan filosofi Studio Ghibli itu sendiri. Hayao Miyazaki, pendiri dan sutradara legendaris Studio Ghibli, telah lama dikenal sebagai pendukung animasi tradisional dan kerap mengkritik dampak negatif teknologi terhadap seni dan kemanusiaan. Pesan-pesan ini tercermin dalam film-filmnya, seperti Princess Mononoke dan Howl’s Moving Castle, yang menggambarkan konflik antara alam, manusia, dan kemajuan industri yang tak terkendali.

Bahkan dalam dunia nyata, Studio Ghibli tetap memegang teguh prinsip tersebut. Salah satu bukti nyata adalah bagaimana proses pembuatan The Wind Rises (2013) menggambarkan dedikasi luar biasa para animatornya. Dalam sebuah unggahan viral di Instagram oleh @filmthusiast, disebutkan bahwa hanya untuk menghasilkan klip berdurasi 4 detik yang menampilkan kerumunan orang berjalan dari sudut pandang atas, tim animator Ghibli membutuhkan waktu 15 bulan dan 96 gambar tangan.

Di tengah tren AI Ghibli yang berkembang, klip dari dokumenter NHK Miyazaki Hayao: The Never-Ending Man (2016) kembali viral di media sosial. Dalam dokumenter tersebut, Miyazaki dengan tegas menyatakan ketidaksukaannya terhadap animasi yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan. “Saya sama sekali tidak ingin mengaitkannya dengan pekerjaan kami…rasanya seperti penghinaan besar terhadap kehidupan itu sendiri. Rasanya seperti akhir dunia sudah dekat. Kita manusia mulai kehilangan kepercayaan pada diri kita sendiri,” ungkapnya.

Lebih jauh, publik juga menyoroti kerja keras animator Ghibli dalam menciptakan setiap adegan dengan tangan. Sebuah unggahan viral dari akun Instagram @filmthusiast menampilkan bagaimana Miyazaki dan timnya membutuhkan 15 bulan untuk mengerjakan klip berdurasi 4 detik dalam film The Wind Rises. Ini semakin memperkuat argumen bahwa seni sejati tak bisa digantikan oleh mesin.

Meme Politik dan Polemik yang Makin Panas

Gambar imigran yang ditahan ala Ghibli yang diunggah oleh Akun X Gedung Putih

Tren AI Ghibli semakin kontroversial ketika akun resmi Gedung Putih di X menggunakan gambar bergaya Ghibli untuk membuat meme politik. Pada 27 Maret, mereka mengunggah ilustrasi seorang pria yang menangis dalam keadaan diborgol, mengklaim bahwa ia adalah seorang kriminal yang sebelumnya dideportasi karena kasus perdagangan fentanil.

Alih-alih mendapat respons positif, unggahan ini justru menuai kecaman. Banyak yang merasa bahwa penggunaan estetika Ghibli dalam konteks seperti ini sangat tidak pantas. Namun, ketika kemarahan publik memuncak, Wakil Direktur Komunikasi Gedung Putih merespons dengan komentar sarkastik: “Sangat mengecewakan bahwa orang-orang lebih kesal dengan meme ini daripada dengan krisis fentanil. Orang-orang sangat membenci presiden kita sampai-sampai mereka membela seseorang yang berkontribusi terhadap pembunuhan warga Amerika dengan menjual fentanil. Penangkapan akan terus berlanjut. Meme akan terus berlanjut.”

Peristiwa ini menunjukkan bahwa AI tidak hanya mengubah cara orang berkreasi, tetapi juga bagaimana teknologi ini dapat digunakan untuk kepentingan yang lebih luas—termasuk propaganda politik.

Catatan: Semua gambar yang digunakan dalam artikel ini ditemukan secara daring,
tidak ada gambar AI baru yang dibuat untuk artikel tersebut. Kami mencintaimu Miyazaki.

sumber: tokyoweekender

Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang ya! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^

Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang