10 Anime dengan Villain Yang Lebih Baik dari Solo Leveling, Mulai dari MHA hingga Naruto
Sebagai anime shonen yang sedang naik daun, Solo Leveling sukses menghadirkan banyak elemen menakjubkan; mulai dari perjalanan epik Jinwoo Sung sebagai pahlawan overpower hingga animasi yang luar biasa. Namun, di balik semua kelebihannya, Solo Leveling juga memiliki satu titik lemah yang cukup mencolok, yaitu para villain-nya terasa biasa saja dan mudah terlupakan. Hal ini sebenarnya tidak mengherankan, mengingat Solo Leveling lebih berfokus pada aksi Jinwoo yang membantai ratusan monster tanpa ampun.
Dengan formula seperti ini, hanya sedikit musuh yang mampu bertahan cukup lama untuk memberikan dampak berarti dalam cerita. Meski nama-nama seperti Beru, sang raja semut, atau Antares mungkin terdengar mengancam, mereka masih belum bisa menyaingi villain dari anime action lain yang lebih mendalam secara karakter maupun cerita latar belakang. Banyak antagonis dari anime lain yang tidak hanya lebih keren dan berkesan, tetapi juga memiliki perjalanan karakter yang kuat serta peran krusial dalam pengembangan dunia cerita. Sayangnya, hingga sejauh ini, Solo Leveling belum mampu memberikan villain dengan bobot yang setara. Oleh karena itu, pada artikel ini, Mimin akan memberikan 10 daftar anime dengan villain yang jauh lebih baik daripada anime Solo Leveling. Titipers penasaran? Berikut penjelasannya di bawah ini!
10. The Legend of Korra

Salah satu kelebihan dalam anime The Legend of Korra adalah jajaran villain-nya yang tak hanya kuat secara fisik, tetapi juga membawa ideologi yang menantang pandangan sang Avatar, dimana merupakan sesuatu yang sayangnya masih kurang dalam Solo Leveling. Amon mengguncang Korra dengan kemampuannya menghilangkan bending serta mengkritik kesenjangan sosial antara bender dan non-bender. Unalaq memperkenalkan kekuatan roh, mendorong Korra memulihkan keseimbangan spiritual dunia. Zaheer dari Red Lotus menantang konsep kebebasan dengan anarki, sementara Kuvira justru mengorbankan kebebasan demi ketertiban mutlak. Melalui keempat tokoh ini, The Legend of Korra menyajikan pertarungan yang lebih dari sekadar kekuatan, tetapi juga pertempuran ideologi, yang berbeda dengan Solo Leveling, yang lebih fokus pada aksi tanpa menghadirkan villain dengan gagasan mendalam.
9. Chainsaw Man

Meskipun beberapa iblis di Chainsaw Man terasa seperti sekadar “monster of the week,” desain mereka tetap menarik, seperti Eternity Devil yang unik. Namun, ada juga villain yang lebih mendalam secara emosional, seperti Katana Man, yang menjadi rival sejati Denji dengan kekuatan hybrid dan dendam pribadi. Di atas semuanya, Makima berdiri sebagai antagonis terbaik Chainsaw Man, jauh melampaui villain mana pun di Solo Leveling. Sebagai Control Devil, ia adalah bos Denji, objek cintanya, sekaligus musuh terbesarnya, menjadikannya sebagai seorang manipulator ulung yang menginginkan kekuatan Chainsaw Devil untuk dirinya sendiri. Seiring waktu, auranya yang semakin mengganggu menciptakan ketegangan yang luar biasa, hingga akhirnya terungkap sebagai sosok villain sejati dalam klimaks saga pertama pada seri ini.
8. Tokyo Ghoul

Dalam Tokyo Ghoul, bukan hanya para protagonis dan orang-orang tak bersalah yang menguatkan tema tragis ceritanya, tetapi juga para villain yang justru menegaskannya dengan lebih baik. Konflik antara manusia dan ghoul digambarkan tidak hitam-putih, melainkan sebagai pertarungan dua pihak yang sama-sama memiliki sisi baik dan buruk.
Hal ini terlihat jelas dalam kisah kakak-beradik Kirishima, yaitu kisah Touka yang heroik dan Ayato yang terjerumus ke dalam kegelapan. Ayato bukan sekadar preman Aogiri Tree yang bertarung melawan Kaneki, tetapi sosok tragis yang dulu begitu dekat dengan kakaknya sebelum terpisahkan oleh nasib. Melihatnya memilih jalan penuh kekerasan terasa memilukan, seolah ia seharusnya bisa mengikuti jejak Touka yang lebih damai. Kedalaman emosional seperti ini jarang ditemukan dalam villain Solo Leveling, yang lebih fokus pada aksi tanpa eksplorasi kompleksitas moral karakter antagonisnya.
7. Hunter x Hunter

Menariknya, Solo Leveling bukan satu-satunya anime aksi yang menampilkan villain semut super kuat yang bertarung melawan para pemburu. Pertempuran di Pulau Jeju memang brutal dan menantang, tetapi tetap kalah menarik dibandingkan pertempuran melawan Meruem dan Chimera Ants di Hunter x Hunter. Banyak Chimera Ant yang memiliki kekuatan unik dan kepribadian menarik, tetapi tidak ada yang bisa menandingi Meruem.
Meruem bukan sekadar musuh tangguh yang memaksa Gon Freecss dan Isaac Netero bertarung mati-matian, tetapi juga sosok cerdas yang menunjukkan kejeniusannya melalui permainan papan. Ikatannya dengan Komugi, seorang gadis manusia, perlahan mengungkap sisi kemanusiaannya yang tersembunyi di balik kebrutalannya. Pada akhirnya, Meruem bahkan meninggal sambil menggenggam tangan Komugi, berusaha mempertahankan kebahagiaan kecil yang ia temukan, dimana hal ini adalah sebuah kedalaman emosional yang belum terlihat dalam villain Solo Leveling.
6. My Hero Academia

Beberapa villain di My Hero Academia memang tak termaafkan, seperti Muscular yang kejam atau All For One yang menjadi simbol kejahatan. Namun, sebagian besar lainnya justru tragis dan penuh empati, karena mereka adalah korban dari Quirk mereka sendiri serta aturan sosial yang tidak adil. Himiko Toga dan Spinner, misalnya, adalah contoh bagaimana sistem yang keras justru mendorong mereka menjadi kriminal.
Namun, tidak ada yang lebih memilukan daripada kisah Twice, yang mengalami krisis identitas akibat Quirk-nya dan diabaikan oleh masyarakat. Ia hanya butuh seseorang yang memahami dan mendukungnya, tetapi malah tersesat dalam dunia kejahatan. Arc-nya berakhir dengan ambiguitas moral yang kuat ketika Hawks mengambil langkah ekstrem dengan membunuhnya, nyaris membuatnya terlihat bukan sebagai pahlawan. Kedalaman emosional seperti ini jauh lebih menyentuh dibandingkan dengan villain mana pun di Solo Leveling, yang lebih berfokus pada aksi daripada eksplorasi karakter antagonisnya.
5. Demon Slayer

Meskipun Kamado Tanjiro sering menangisi musuhnya di Demon Slayer, hal ini bukan sekadar gimmick, melainkan cara anime ini menghumanisasi para iblis dan menyoroti betapa tragisnya pertarungan mereka, sesuatu yang jarang terlihat dalam Solo Leveling. Transformasi manusia menjadi iblis sendiri adalah krisis kemanusiaan, karena tak ada yang benar-benar mendapatkan kehidupan lebih baik setelah berubah.
Kekalahan Rui terasa memilukan saat ia menyesali telah membunuh orang tuanya, sementara Daki dan Gyutaro panik dan saling berpegangan, menunjukkan betapa mereka hanya memiliki satu sama lain di dunia yang kejam. Momen-momen ini semakin menegaskan kebengisan Muzan Kibutsuji, yang menciptakan para iblis semata untuk kepentingan dirinya sendiri. Kedalaman emosional semacam ini membuat Demon Slayer lebih dari sekadar anime aksi, berbeda dengan Solo Leveling yang lebih fokus pada pertarungan tanpa memberikan dimensi tragis bagi para villain-nya.
4. Bleach

Meskipun Bleach dipenuhi dengan banyak villain yang mudah dilupakan, anime ini tetap memiliki cukup banyak antagonis standout yang membuatnya lebih unggul dibandingkan Solo Leveling dalam hal pengembangan villain. Arrancar, misalnya, merepresentasikan kehampaan kekuatan itu sendiri, karena meskipun mereka adalah predator puncak, lubang di hati mereka tidak pernah benar-benar terisi. Bahkan ketika Baraggan menjadi raja Hueco Mundo, kekuasaannya terasa hampa.
Sementara itu, para Quincy membawa tema balas dendam serta paradoks kemenangan dan kekalahan, dimana mereka bangkit karena para Soul Reaper lengah, tetapi justru mengalami nasib serupa saat mereka mulai mendominasi. Bahkan Yhwach, sang Raja Quincy, memiliki motif yang secara mengejutkan simpatik, karena ia hanya ingin menciptakan dunia di mana kaumnya yang terpinggirkan bisa menemukan tempat mereka. Kedalaman karakter seperti ini sulit ditemukan dalam Solo Leveling, yang lebih menekankan pertarungan tanpa memberikan eksplorasi kompleks pada para villain-nya.
3. Fullmetal Alchemist: Brotherhood

Meskipun Fullmetal Alchemist: Brotherhood memiliki sedikit villain, setiap antagonisnya memiliki kedalaman karakter dan relevansi tematik yang kuat, sesuatu yang tidak begitu terasa dalam Solo Leveling. Contohnya adalah Greed, yang harus mati dan terlahir kembali untuk memahami arti persahabatan dan kepercayaan, hingga akhirnya ia mengorbankan dirinya demi teman-temannya, melawan sifat dasar keserakahan yang selama ini mendefinisikannya. Homunculi lainnya juga mengalami perjalanan serupa, yaitu Sloth mati karena bekerja terlalu keras, Wrath mengakhiri hidupnya dalam kedamaian, dan Pride yang begitu angkuh akhirnya dihancurkan oleh seorang manusia biasa, Edward Elric.
Mereka membuktikan bahwa dosa-dosa yang mereka wakili tidak akan pernah membawa kebahagiaan sejati, tetapi dengan menerima kebajikan yang berlawanan, mereka masih bisa menemukan penebusan. Kedalaman karakter seperti ini membuat Fullmetal Alchemist: Brotherhood lebih dari sekadar anime aksi, berbeda dengan Solo Leveling, yang lebih fokus pada kekuatan dan pertarungan tanpa eksplorasi tematik yang mendalam pada para villain-nya.
2. Naruto

Villain dalam anime legendaris Naruto adalah beberapa yang terbaik dalam sejarah shonen, bukan hanya karena jutsu mereka yang keren, tetapi juga karena kedalaman tema dan karakter yang mereka bawa, sesuatu yang sulit ditemukan dalam Solo Leveling. Kemampuan mereka, seperti Mangekyo Sharingan milik Itachi, jauh lebih kreatif dibandingkan serangan dalam Solo Leveling, tetapi yang membuat mereka benar-benar istimewa adalah motivasi dan konflik pribadi mereka.
Salah satu contoh terbaik adalah Six Paths of Pain, yang hampir menjadi cerminan gelap Naruto Uzumaki sebagai sesama murid idealis Jiraiya yang akhirnya terjerumus ke sisi kelam. Pain ingin mengakhiri siklus kebencian dan kekerasan dengan paksa, sementara Madara Uchiha memiliki tujuan serupa dengan metode yang berbeda. Pidato ikonik Pain tentang penderitaan dan perdamaian menjadi salah satu momen paling berkesan di anime, melampaui dialog mana pun yang ada di Solo Leveling.
1. One Piece

Meskipun beberapa villain di One Piece terasa jahat hanya demi kejahatan itu sendiri, mereka tetap memiliki peran penting dalam dunia cerita, sesuatu yang tidak terlalu terlihat dalam Solo Leveling. Bahkan villain sederhana seperti Arlong membantu menggambarkan ketegangan rasial antara manusia dan manusia-ikan, yang kemudian diperkuat oleh Hody Jones. Don Krieg, meskipun kurang berkesan, tetap berkontribusi dengan memberi gambaran awal tentang bahaya Grand Line.
Villain klasik seperti Doflamingo dan Kaido membawa ancaman ke level berikutnya, bukan hanya dengan kekuatan mereka, tetapi juga pengaruh besar terhadap dunia dan orang-orang di dalamnya. Doflamingo menunjukkan bagaimana seseorang yang kehilangan hak istimewanya sebagai bangsawan bisa menjadi sosok yang begitu kejam, sementara Kaido mewakili status quo brutal di New World. Keberadaannya yang terasa seperti “selalu ada ancaman yang lebih besar” menciptakan ketegangan luar biasa hingga akhirnya dikalahkan oleh Luffy. Dengan kedalaman karakter dan dampak yang luas, Kaido dan villain One Piece lainnya jauh lebih menarik dibandingkan monster-monster baru di Solo Leveling, yang lebih berfokus pada aksi daripada membangun antagonis yang kompleks.
Sekian daftar dari 10 anime dengan villain yang lebih baik dari Solo Leveling. Bagaimana? Apakah Titipers setuju dengan daftar di atas? Silahkan tinggalkan pendapat di kolom komentar yah!
Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang ya! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^
Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang