KATEGORI

Belum ada Produk di keranjang kamu, yuk cari produk incaran kamu di sini!

Hideaki Anno Ungkap Arti Sebenarnya Ending Evangelion!

Tiga dekade sejak debutnya, Neon Genesis Evangelion masih memicu perdebatan. Kenapa ending-nya begitu aneh? Dan apa sebenarnya maksud Hideaki Anno di balik semua itu?
BLOG-hideaki anno ungkap arti sebenarnya ending evangelion

Tiga dekade telah berlalu sejak penayangan perdananya di TV Jepang pada tahun 1995, Neon Genesis Evangelion masih menjadi salah satu anime paling legendaris dan berpengaruh sepanjang masa. Meski waralaba-nya resmi berakhir film Evangelion: 3.0+1.0 Thrice Upon a Time (2021), pengaruh serial ini belum juga surut. Bahkan minggu lalu, pemerintah Jepang telah meresmikan patung Evangelion Unit-01 setinggi enam meter sebagai bagian dari kampanye pariwisata setempat.

Tapi dari sekian banyak hal yang dibicarakan penggemar selama bertahun-tahun, satu hal yang tetap menjadi sumber kebingungan adalah akhir asli dari serial TV-nya. Alih-alih klimaks penuh aksi atau jawaban dari misteri-misteri yang dibangun sejak awal, episode terakhir justru menampilkan Shinji yang tenggelam dalam pencarian jati diri. Ia berteriak, “Aku benci diriku sendiri. Tapi mungkin aku bisa belajar untuk mencintai diriku sendiri,” sebelum diakhiri dengan tepuk tangan dan ucapan, “Selamat!”

Buat sebagian penonton, ini adalah momen yang kuat dan menyentuh. Tapi, buat yang lain? Cuma bikin bingung. Apa maksudnya semua ini? Kenapa ending-nya seperti itu? Apakah ini disengaja, atau cuma hasil dari jadwal produksi yang terburu-buru dan kacau?

Ternyata, jawabannya sudah pernah dijelaskan oleh sang kreator Hideaki Anno.

Anno Angkat Bicara: “Saya Tidak Pernah Berniat Memberikan Jawaban

Bagi banyak penonton, akhir dari Neon Genesis Evangelion terasa mengejutkan—bukan karena twist besar atau ledakan spektakuler, tapi justru karena sangat tenang, personal, bahkan abstrak. Tapi menurut Hideaki Anno, perubahan itu sepenuhnya disengaja.

Dalam wawancara dengan Top Runner NHK tahun 2001, Anno berkata, “Saya melihat pembuatan film sebagai industri jasa. Tujuan saya bukan untuk memberikan jawaban atau resolusi.” Menurutnya, dua episode terakhir serial TV memang sengaja dibuat sebagai “kisah yang tidak lengkap”. Ambiguitas itu bukanlah kecelakaan, melainkan bentuk pelayanan yang ia berikan.

Lebih jauh lagi, ia menjelaskan bahwa arah cerita diambil dari kondisi mentalnya saat itu. Anno tengah mengalami depresi, dan kebingungan emosional yang ia rasakan mengalir langsung ke dalam naskah. “Sebenarnya, saya tidak benar-benar memahami diri saya sendiri atau dunia di sekitar saya,” akunya. Maka, daripada membungkus semuanya dengan rapi, ia memilih menunjukkan kekacauan itu secara jujur.

“Salah satu layanan yang bisa saya berikan kepada penonton adalah pengalaman untuk memahami kebingungan tersebut. Saya merasa jika orang dapat memahami itu, maka itu adalah pengalaman yang berharga,” jelasnya.

Respons yang Membelah Penggemar

Bahkan sebelum menontonnya, beberapa penggemar anime di thuan 1996 mungkin sudah mendengar soal akhir Neon Genesis Evangelion. Episode pemungkas itu jadi perbincangan besar di Jepang, memicu kontroversi dan menghiasi deadline berbagai majalah anime dan budaya pop. Forum-forum awal di internet ramai membahas mengenai apa yang sebenarnya ingin dikatakan Hideaki Anno. Sebagian mencoba menganalisis, sebagian lagi melampiaskan frustasi dan kemarahan mereka.

Ketika akhirnya dirilis di Amerika lewat ADV Films setahun kemudian, kehebohan itu ikut menyebar ke Barat. Karena internet belum secanggih sekarang, banyak penggemar luar negeri yang menonton tanpa terlalu banyak spoiler. Ekspektasi pun melambung dan banyak yang akhirnya keluar dengan ekspresi bingung, “Hah? Ini udah selesai?”

Reaksi penggemar Barat pun tak jauh berbedar dari yang ada di Jepang, ada yang menganggapnya terlalu berseni, sok filosofis, atau bahkan tidak masuk akal. Tapi ada juga yang jatuh cinta pada pendekatannya yang unik. Sebagian bahkan terobsesi, meneliti setiap dialog dan potongan adegan demi mencari makna yang lebih dalam atau penjelasan tersembunyi.

The End of Evangelion: Jawaban atau Tambahan Masalah?

Karena banyaknya protes yang masuk—baik di Jepang maupun di luar negeri, Anno akhirnya kembali dengan film The End of Evangelion pada tahun 1997. Ini adalah versi alternatif dari dua episode terakhir dengan skala sinematik dan visual yang lebih “masuk akal”.

Kita akhirnya melihat apa yang sebenarnya terjadi di dunia luar saat Shinji berdiam dalam pikirannya. Tapi, walau film ini menjawab sebagian pertanyaan, ia juga menyisakan banyak misteri baru, dengan tone yang lebih kelam, simbolisme yang makin liar, dan akhir yang sama-sama ambigu—membuktikan bahwa “aneh” masih menjadi bagian penting dari DNA Evangelion.

Tahun 2007, Hideaki Anno kembali membangun ulang cerita Evangelion lewat empat film Rebuild of Evangelion. Awalnya tampak seperti remake yang lebih modern, tapi pelan-pelan berubah makin liar dan menyimpang. Visualnya lebih modern, karakter lebih berkembang, dan plotnya makin kompleks. Tetapi satu hal yang tetap sama: ambiguitasnya. Bahkan setelah tiga dekade, Evangelion tetap tidak pernah benar-benar memberikan semua jawabannya. Dan mungkin, di situlah letak kekuatannya. Seperti yang pernah dikatakan Anno sendiri, “Saya tidak mencoba menjelaskan dunia. Saya mencoba memahami diri saya sendiri.”

sumber: screenrant

Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang ya! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^

Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang