Makoto Shinkai, Suzume, dan Gempa Bumi Yang Menginspirasinya
Sutradara Makoto Shinkai tampil di hadapan publik di BFI Southbank pada tanggal 1 Maret. Ia tampil dalam sesi tanya-jawab setelah pemutaran film terbarunya, Suzume.
Film-filmnya terasa semakin lucu seiring berjalannya waktu, begitu pula dengan dirinya. Makoto Shinkai mengaku kepada programmer utama BFI, Justin Johnson,”Selalu ada sesuatu yang sedikit tidak nyaman ketika datang ke Barat”. “Saya suka London!” tambahnya sambil tertawa.
Suzume adalah film laris bersertifikat ketiga dari Shinkai, setelah Your Name dan Weathering With You.
Film ini berkisah tentang seorang anak sekolah, Suzume, yang menjalani kehidupan sehari-hari di Kyushu harus terusik oleh kemunculan seorang pria misterius yang mencari pintu menuju dunia lain, pintu tersebut harus dikunci untuk mencegah bencana.
Serangkaian kecelakaan mengharuskan Suzume berkeliling Jepang, mengikuti seekor kucing ajaib yang menyebalkan, serta ditemani oleh sebuah kursi kayu. Ini adalah petualangan komedi, namun, seperti film-film terbaru Shinkai lainnya, gempa bumi dan tsunami Maret 2011 membayangi ceritanya.
BACA JUGA: .REVIEW FILM ANIME Your Name: Kisah Cinta Beda Waktu
BACA JUGA: REVIEW FILM ANIME Weathering With You: Bucin Bikin Banjir Sekota
BACA JUGA: Review Suzume No Tojimari – Film Road Trip Ala Makoto Shinkai Yang Indah
“Dunia film Barat telah menetapkan standar, dan saya merasa seperti orang asing yang berkelana,” kata Shinkai.
“Jadi saya pikir, jika saya adalah orang asing, saya sebaiknya mencoba dan menemukan sesuatu yang lokal bagi saya, untuk menggali ke dalam tanah tempat saya berpijak, di negara saya sendiri, di mana tanahnya terus berguncang. Jika saya menggali lebih dalam, saya mungkin menemukan sesuatu yang bisa menghubungkan saya dengan pemirsa di Barat.” ucapnya di sesi tanya-jawab tersebut.
Film ini dimulai dengan kisah “gadis bertemu dengan pria”. Namun, film ini menjadi sebuah cerita tentang Suzume yang harus menghadapi trauma yang mengerikan dan menyelesaikan masalahnya dengan bibinya. Mungkinkah kisah “gadis bertemu dengan laki-laki” dalam Suzume hanyalah sebuah alat untuk menarik penonton ke dalam cerita dan bukan merupakan inti dari film ini?
Makoto Shinkai mengaku “Ya, Anda benar, ini bukan kisah cinta seperti halnya Your Name; ini mengisahkan tentang bagaimana seorang korban bencana yang nyata terjadi, Gempa Bumi Besar Jepang Timur, menemukan kembali masa lalunya dan melanjutkan hidup. Dan adegan “laki-laki bertemu perempuan” ini adalah cara untuk mencapai hal tersebut, dan cara untuk membuatnya menjadi menyenangkan.”
Tanpa ragu-ragu, Shinkai mengakui dalam sesi tanya-jawab, bahwa karakter yang paling dekat dengannya adalah bibi Suzume. Emosi bibi Suzume mencerminkan perasaan sang sutradara terhadap putrinya yang berusia 12 tahun.
Tetapi bukan hanya itu yang mencerminkan perasaannya. Makoto Shinkai juga mengatakan bahwa ada banyak perasaan lain yang dia miliki terhadap Suzume, dan itu bersinggungan dengan apa yang dia rasakan.
Sebagian besar produksi Suzume dilakukan selama COVID-19, hal itu membuat Shinkai sering berkomunikasi dengan staf dari rumahnya, dan putrinya pun ikut menonton.
“Dia (putri Shinkai) selalu berkata, ‘Sudah siap belum? Masih belum siap?” Shinkai mengingatnya sebelum menambahkan dalam bahasa Inggris. “Itu sangat menjengkelkan.” ungkapnya.
Namun, semua itu terbayar lunas setelah filmnya selesai. “Dia pergi ke bioskop,” kata Shinkai, “dan menonton Suzume, dan hal pertama yang dia katakan setelah menontonnya adalah, ‘Ayah, bolehkah saya menontonnya lagi? Sayangnya, anak-anak tidak diizinkan masuk ke bioskop [Jepang] setelah pukul sembilan malam, jadi dia tidak bisa menontonnya lagi. Namun, sepertinya dia menyadari betapa hebatnya film yang dibuat ayahnya, dan dia bangga akan hal itu.”
Dalam film ini, ada beberapa referensi tentang anak muda yang melarikan diri dari rumah. Suzume tidak benar-benar melarikan diri, tetapi dia jelas merasa terkekang oleh bibinya. Film sebelumnya, Weathering With You, bercerita tentang seorang anak laki-laki pelarian yang membawa salinan Catcher in the Rye, cerita klasik Amerika tentang pelarian. Mengapa Anda (Makoto Shinkai) begitu tertarik dengan tema ini?
Makoto Shinkai menjelaskan “Saya merasa hal ini dikarenakan tempat saya dibesarkan. Saya dibesarkan di Nagano, dikelilingi oleh gunung-gunung tinggi yang tampak seperti tembok, seperti tembok besar di film Attack on Titan. Saya biasa melihat pegunungan itu melalui jendela kelas dan berpikir, “Pasti ada sesuatu yang lebih menyenangkan di luar sana; pasti ada masa depan yang lebih menarik di seberang pegunungan.” Itulah yang selalu saya bayangkan sewaktu kecil, dan ketika saya meninggalkan sekolah, saya pergi melintasi pegunungan dan pergi ke Tokyo…Saya selalu ingin melihat apa yang ada di seberang sana, dan keluar dari kampung halaman saya secepat mungkin, jadi, mungkin hal itu tercermin dalam film saya.”
Anda pernah mengatakan bahwa film yang Anda buat berubah seiring dengan bertambahnya usia. Apakah Anda pernah mempertimbangkan, misalnya, membuat film untuk penonton yang lebih tua yang menunjukkan karakter dengan hubungan yang lebih “dewasa”, mungkin hubungan yang intim secara fisik?
Makoto Shinkai mengatakan “Ya, itu adalah sesuatu yang sering saya pikirkan karena tokoh utama saya selalu remaja, tapi saya sendiri semakin jauh dari masa remaja. Saya selalu berpikir bahwa animasi adalah untuk anak muda, itulah sebabnya saya memiliki protagonis remaja. Namun saya merasa peran saya berubah, dan semakin banyak sutradara muda yang bermunculan sekarang, dan mungkin saya bisa menyerahkan protagonis remaja kepada mereka.”
“Dalam hal ini, saya bertanya pada diri sendiri apa yang harus saya lakukan selanjutnya, dan saya pikir akan sangat mungkin untuk menggambarkan cinta pada usia lima puluhan, enam puluhan, dan tujuh puluhan. Ada banyak hal seperti itu dalam manga di Jepang, karena orang-orang dari segala usia membaca manga dan menonton animasi di Jepang. Jadi saya bisa melakukan sesuatu yang menampilkan orang-orang yang lebih dekat dengan usia saya.” ujar Makoto Shinkai.
Shinkai menjelaskan dalam sesi tanya jawab bahwa ia membuat film pada awalnya untuk penonton Jepang dan bukan untuk pasar global, meskipun visinya tentang penonton telah meluas dari waktu ke waktu.
Makoto Shinkai menerangkan “Saya telah banyak berpikir tentang bagaimana membuat film yang dapat ditonton oleh anak-anak muda, generasi saya sendiri, (dan) generasi yang lebih tua dan tidak merasa bosan. Dua puluh tahun yang lalu, hal tersebut bukanlah sesuatu yang terlintas dalam pikiran saya. Pada saat itu, saya senang jika orang-orang seusia saya datang untuk menonton film. Jadi pemikiran saya telah sedikit berubah… dan saya merasa tua.”
Mengenai label “Next Miyazaki” yang populer dan baru-baru ini digunakan oleh The New York Times pada awal minggu ini, Makoto Shinkai mengaku bahwa ia telah muak dengan label tersebut dan mencoba untuk membuat film yang sama sekali berbeda dengan Miyazaki.
Di sisi lain ia juga mengakui jika Miyazaki adalah sutradara favoritnya dan ia turut mengkonfirmasi bahwa Suzume memiliki referensi musikalitas yang sama dengannya.
BACA JUGA: Menilik Wawancara Makoto Shinkai! Apa Yang Berubah Sejak Your Name?
[Pertanyaan berikut ini mengandung spoiler untuk film tersebut]
Makoto Shinkai mengatakan jika sebenarnya dia tidak yakin mengapa dia menampilkan karakter wanita dalam film seperti yang dia lakukan. Namun, ia berspekulasi bahwa ia mungkin secara tidak sadar merasa bahwa Suzume perlu bertemu dengan anggota masyarakat yang rentan, orang-orang yang mungkin menderita terutama dalam suatu bencana, seperti seorang ibu tunggal dan siswi yang bekerja di penginapan.
Pada tanggal 11 Maret 2011, gempa bumi berkekuatan 8,8 skala Richter melanda di lepas pantai timur laut Jepang, yang berlangsung selama enam menit, diikuti oleh serangkaian gempa susulan. Gempa ini menyebabkan tsunami dengan gelombang setinggi 133 kaki, menerjang prefektur timur laut negara itu.
Gempa tersebut menjadi gempa paling kuat yang pernah tercatat di Jepang. Ada masalah lain yang turut mengancam jiwa lebih lanjut dikarenakan suhu yang rendah serta bencana nuklir Fukushima Daiichi. Secara keseluruhan, angka resmi memperkirakan lebih dari 19.000 orang tewas akibat gempa tersebut.
Yang terpenting, perjalanan film ini berakhir di bagian Jepang yang dilanda gempa bumi dan tsunami pada tahun 2011. Apakah Anda mempresentasikan film ini di wilayah Jepang tersebut, dan jika ya, bagaimana reaksinya?
Makoto Shinkai menerangkan “Suzume adalah film yang dirilis secara nasional, jadi orang-orang di seluruh Jepang berkesempatan untuk melihatnya. Saya berkeliling Jepang untuk mengadakan berbagai acara ketika film ini diluncurkan, dan Tohoku adalah tempat yang paling membuat saya gugup untuk didatangi. Saya bertanya-tanya, apakah saya harus pergi ke sana, tetapi saya memutuskan untuk melakukannya. Banyak orang datang, dan gempa bumi berdampak pada sebagian besar dari mereka dengan berbagai cara; sebagian tidak mengingatnya, tetapi mereka secara langsung atau tidak langsung terdampak. Banyak dari mereka menyebut diri mereka sebagai korban gempa bumi.”
“Dan apa yang banyak dari mereka katakan adalah “Terima kasih” – mereka berterima kasih kepada saya karena telah membuat film ini. Dan mereka mengatakan bahwa ada beberapa hal di dalam [film] yang perlu mereka dengar. Saya benar-benar mendapati bahwa mereka menyemangati saya, dan itu adalah pengalaman yang menyenangkan.” jelasnya.
“Tetapi pada saat yang sama, saya pikir beberapa orang tidak datang ke acara-acara tersebut, ke sesi tanya jawab. Saya yakin ada orang yang tidak ingin menonton film tersebut, membenci film tersebut, atau tidak tahu mengapa saya membuat film tersebut. Saya melihat di NHK, stasiun televisi pemerintah, mereka mewawancarai seorang pria yang kehilangan istrinya saat tsunami, dan dia mengatakan bahwa dia tidak percaya saya akan membuat film seperti ini.” Tambah Makoto Shinkai dalam sesi tersebut.
Makoto Shinkai mengutarakan juga “Jadi, saya pikir ada orang yang tersinggung dengan film ini. Tetapi pada saat yang sama, apakah itu berarti saya seharusnya tidak membuatnya? Saya rasa sudah dua belas tahun berlalu [sejak bencana], dan saya pikir, sementara sebagian orang di Jepang mulai melupakan apa yang terjadi, saya rasa sudah sepatutnya ada orang yang berurusan dengan kejadian nyata ini dalam bentuk hiburan dan berbagi tentang apa yang telah terjadi.”
Dia juga menjelaskan bahwa kursi hidup dalam film ini berasal dari idenya tentang karakter yang akan menghibur hanya dari cara berjalannya saja. Para animator menggunakan logo Luxo Jr dari Pixar sebagai referensi karakter tersebut. Kursi tersebut berkaki tiga, yang lucu, tetapi Shinkai tak lupa menjelaskan bahwa itu juga merupakan cerminan dari kehilangan Suzume yang tersembunyi. “Meskipun ada sesuatu yang hilang, Anda masih bisa berlarian.” tutup Makoto Shinkai.
Terima kasih kepada Crunchyroll dan Premier Comms yang telah menyelenggarakan wawancara ini.
BACA JUGA: Daftar Film Karya Makoto Shinkai
Jangan lupa, ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang ya! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^
Sumber: animenewsnetwork
Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang