Menilik Budaya Valentine Jepang “Giri Choco” yang Kian Sepi Peminat

titip jepang - valentin

Di Jepang, perempuan memberikan kado berupa cokelat kepada laki – laki untuk merayakan Hari Valentine. Tidak hanya kepada kekasih, suami dan orang – orang spesial saja yang menerima kado menarik valentine tersebut, melainkan juga kepada  rekan kerja laki – laki yang tidak lebih dari sekadar relasi platonik atau hubungan pertemanan biasa dengan perempuan pemberi cokelat tersebut.

Kado valentine berupa cokelat yang diberikan tanpa unsur romansa ini disebut “giri choco” atau “cokelat wajib”, giri bermakna wajib dan choco bermakna cokelat. Kado tersebut bermakna sebagai ucapan terimakasih secara umum sekaligus sebagai bentuk support kepada sesama rekan kerja.  “Giri choco” atau cokelat wajib ini juga tidak harus dalam bentuk cokelat atau makanan yang mahal, terlebih lagi budaya memberikan cokelat wajib ini diberikan kepada semua rekan kerja di kantor, bukan hanya kepada beberapa teman spesial saja. Hal tersebut tentu terasa merepotkan bagi sebagian orang, baik karena alasan dana yang dikeluarkan maupun waktu dan tenaga yang terpakai untuk membeli kado valentine ini.

Sehingga tidak mengejutkan apabila survei oleh Tim Riset Marketing di Jepang mengungkap bahwa, mayoritas pekerja wanita di Jepang mengaku tidak ingin memberikan “giri choco” atau “cokelat wajib” ini. Tak kalah mengejutkan, berdasarkan studi telah diungkap bahwa hanya sedikit pekerja laki – laki yang ingin mendapatkan “giri choco” dari rekan kerja wanitanya.

Berdasarkan data dari 363 responden pekerja wanita, sebanyak 82,8% mengungkapkan bahwa mereka tidak ingin memberikan “giri choco” atau cokelat wajib ini kepada rekan kerja pria di kantornya. Selaras dengan hal  itu, sejumlah 61,4% laki laki merasa tidak bahagia ketika menerima cokelat wajib ini. Hanya sejumlah  825 partisipan laki – laki saja yang menyatakan bahwa mereka senang dengan adat kebiasaan valentin “giri choco” atau cokelat wajib ini.

titip jepang - valentine

Kemudian pertanyaan yang mucul berdasar data tersebut adalah, bagaiamana bisa menerima cokelat justru membuat seseorang tidak bahagia? Meskipun sebenarnya penerima bisa saja memberikan cokelat tersebut kepada orang lain apabila tidak mau memakannya. Namun yang menjadi alasan utama mereka tidak senang dengan budaya “cokelat wajib” ini adalah kekhawatiran mereka pada konsekuensi dari pemberian kado valentine tersebut. Satu bulan setelah perayaan valentin, tepat pada tanggal 14 Maret diperingati sebagai “White Day” oleh masyarakat Jepang.

Ketika Hari Putih atau “White Day” ini laki – laki penerima kado valentine atau “giri choco” harus memberikan kado sebagai bentuk terimakasih kepada perempuan yang telah memberikan kado valentine pada mereka sebelumnya. Seperti perayaan Hari Valentine pada umumnya, kado yang diberikan biasanya berupa cokelat atau sesuatu yang manis, namun etika yang umum dilakukan adalah memberikan kado yang lebih menarik atau lebih mahal daripada “giri choco” atau kado yang mereka terima saat perayaan valentine 14 Februari sebelumnya.

Meskipun demikian, ada beberapa orang baik lelaki ataupun perempuan yang masih menyukai budaya “giri choco” atau cokelat wajib ini. Sehingga tidak mungkin budaya ini menghilang begitu saja dalam waktu dekat. Survei menyatakan bahwa diantara mereka masih ada yang menyukai budaya ini terlebih pada momen ketika bekerja dari rumah saat pandemi. Disamping itu, sebagian dari mereka juga mengganti budaya memberi cokelat wajib ini dengan memberikan kartu “final fantasy” atau kartu fantasi akhir ketika perayaan Hari Valentine di Jepang.

Sumber : soranews24.com

Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *