Lonjakan Biaya Tol Gunung Fuji: Langkah Baru untuk Mengatasi Kepadatan Wisatawan
Menyusul pembatasan jumlah pendaki tahun ini, langkah baru ini diharapkan dapat mencegah pariwisata yang berlebihan
Mulai musim panas mendatang, Prefektur Yamanashi akan menggandakan biaya tol untuk jalur pendakian Gunung Fuji yang paling populer, dari ¥2.000 menjadi ¥4.000. Langkah ini diambil untuk mengatasi kepadatan wisatawan yang kerap memadati jalur tersebut selama musim pendakian. Selain itu, pemerintah setempat berencana menutup gerbang masuk di stasiun ke-5 dua jam lebih awal, yaitu pada pukul 14.00, guna mencegah fenomena “pendaki cepat” yang bermalam tanpa izin.
Kebijakan ini sejalan dengan rencana Prefektur Shizuoka, yang juga akan mengenakan biaya pendakian sebesar ¥4.000 dan membatasi akses ke tiga jalur menuju puncak Gunung Fuji, mulai pukul 14.00 hingga pukul 03.00. Gubernur dari kedua prefektur sepakat untuk bekerja sama dalam menekan dampak negatif dari lonjakan jumlah wisatawan selama musim pendakian puncak, yakni dari Juli hingga awal September.
Sebagai Situs Warisan Budaya Dunia UNESCO, Gunung Fuji menarik ribuan pendaki setiap tahun. Namun, kenaikan jumlah pengunjung ini membawa tantangan tersendiri, mulai dari kepadatan, pelanggaran etika pendakian, hingga risiko kecelakaan. Biaya tambahan ini diharapkan dapat menutupi kebutuhan operasional, termasuk staf tambahan dan langkah-langkah pencegahan.
Masalah Pariwisata Berlebihan di Gunung Fuji
Langkah serupa sebenarnya telah diterapkan oleh Prefektur Yamanashi pada Juli lalu, ketika gerbang kontrol dipasang di stasiun ke-5 Jalur Yoshida yang populer. Selain itu, jumlah pendaki dibatasi hingga 4.000 orang per hari, dan jam operasional jalur ditutup mulai pukul 16.00 hingga 03.00. Penambahan biaya tol sebesar ¥2.000 pun sudah mulai diberlakukan.
Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk melestarikan Gunung Fuji, beberapa pendaki tetap mengungkapkan kebingungan dan keberatan. Seorang penduduk lokal berusia 60-an mengaku terkejut harus membayar ¥2.000 hanya untuk berjalan-jalan di sekitar area. Di sisi lain, ada pula yang mendukung kebijakan ini sebagai langkah penting untuk melindungi Situs Warisan Dunia tersebut.
Namun, tidak semua pihak setuju. Reaksi dari netizen Jepang menunjukkan beragam pendapat. Beberapa mengkritik kebijakan tersebut sebagai komersialisasi aset publik, sementara yang lain bahkan mengusulkan tarif berbeda untuk warga asing.
Fenomena “Pendakian Peluru” dan Risiko yang Ditimbulkan
Salah satu isu utama yang ingin diatasi dengan kebijakan baru ini adalah “pendakian peluru”, yaitu pendakian langsung ke puncak tanpa istirahat yang memadai. Fenomena ini tidak hanya berisiko bagi kesehatan pendaki akibat suhu dingin yang ekstrem, tetapi juga menimbulkan ancaman keselamatan seperti kebakaran akibat api unggun dan cedera serius karena jatuhnya bebatuan.
Menurut Yasuhiko Ota, seorang pemandu senior di Gunung Fuji, pendakian tanpa persiapan yang memadai ini sering kali mengganggu pendaki lain dan membahayakan lingkungan setempat. Dengan peningkatan biaya masuk dan pengurangan jam operasional, pemerintah berharap dapat mengurangi jumlah kasus pendakian berisiko ini sekaligus meningkatkan keselamatan para pendaki.
Kebijakan baru ini mencerminkan upaya serius pemerintah lokal untuk menjaga keseimbangan antara pariwisata dan pelestarian lingkungan. Dengan regulasi yang lebih ketat dan biaya tambahan, diharapkan Gunung Fuji tetap menjadi destinasi impian bagi banyak orang tanpa mengorbankan keindahannya yang telah diakui dunia.
Apakah kebijakan ini akan efektif? Waktu yang akan menjawab. Namun, satu hal yang pasti: pelestarian Gunung Fuji adalah tanggung jawab bersama, baik bagi penduduk lokal maupun wisatawan.
sumber: tokyoweekender
Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang ya! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^
Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang