Gara-Gara Gambar Porno Pakai AI, 4 Orang Ditangkap Di Jepang
Kasus penangkapan pertama terkait distribusi gambar porno buatan AI menghebohkan hukum sensor Jepang.


(wikipedia)
Dari pertunjukan mengintip hingga patung wanita dari zaman prasejarah, industri porno selalu menjadi pelopor dalam pemanfaatan teknologi visual. Bahkan ukiran Venus of Hohle Fels (juga dikenal sebagai Venus of Schelklingen)—yang disebut-sebut sebagai representasi erotic tertua—menunjukkan bahwa minat terhadap tubuh manusia sudah terpatri sejak puluhan ribu tahun lalu.
Meski kini banyak platform digital melarang konten berbau pornografi, realitanya, seperti kata pepatah: pornografi selalu menemukan jalannya. Dan kini, untuk pertama kalinya dalam sejarah hukum Jepang, empat orang ditangkap karena menyebarkan gambar porno hasil kreasi AI.
Pada 14 April lalu, Kepolisian Metropolitan Tokyo menahan empat orang atas dugaan membuat dan menjual gambar wanita telanjang hasil kreasi AI lewat situs lelang daring.
BACA JUGA:
Para pelaku disebut telah “melatih” generator gambar AI gratis dengan kumpulan data tubuh wanita, lalu menginput perintah eksplisit seperti “rentangkan kaki” untuk menghasilkan gambar porno. Meskipun gambar-gambar ini tidak mewakili individu nyata dan tidak memiliki hak cipta, masalah muncul karena mereka tidak menyensor bagian-bagian yang diwajibkan oleh hukum Jepang terkait materi cabul.
Menurut keterangan polisi, para tersangka awalnya mengiklankan gambar yang sudah disensor. Tapi setelah sampai ke pembeli, ternyata isinya versi tanpa sensor alias full exposure. Harganya bervariasi, mulai dari beberapa ribu yen. Salah satu tersangka bahkan dilaporkan telah mengantongi sekitar 10 juta yen dari hasil penjualan sejak Oktober tahun lalu.
Kasus ini langsung memicu perdebatan di media sosial Jepang. Banyak yang mempertanyakan relevansi dan efektivitas undang-undang sensor di era digital, sementara sebagian lainnya menyoroti sisi moral dan privasi.
“Ada orang yang mengunggah gambar tanpa sensor ke media sosial. Apakah itu tidak termasuk distribusi?”
“Begitu terbiasa, kamu bisa segera mengetahui sesuatu itu AI atau bukan. Masa benar-benar ada orang yang mau membayar untuk itu?”
“Karena mereka menggunakan AI, mestinya mereka bisa meluangkan waktu sejenak untuk bertanya tentang area abu-abu dan area aman secara hukum. Saya sering melakukan itu saat menjual barang secara daring.”
“Saya malah merasa kasihan sama orang-orang yang membeli barang-barang ini.”
“Mereka mungkin mengatakan kalau karakter wanita ini fiktif, tapi pada dasarnya mereka membuatnya dari gambar wanita sungguhan dan sedikit diubah.”
:Pertama-tama, hanya ada beberapa negara yang mengkriminalisasi ketelanjangan tanpa sensor. Siapa pun dapat menemukannya di internet, jadi undang-undang ini tidak berguna. Saya [ikir orang-orang berjuang untuk merenungkan apakah benar-benar masalah menikmati bagian tubuh manusia.
Sebagian besar komentar bernada skeptis. Apalagi di era digital seperti sekarang, ketika konten serba instan dan penyensoran bisa dijebol hanya dalam hitungan detik. Tapi di sisi lain, hukum yang ada belum berubah sejak zaman DVD dewasa masih jadi primadona. Mencabutnya bisa berarti membuka keran konten yang selama ini tertahan. Dan siapa tahu, itu justru bisa membuat ledakan yang lebih besar.
sumber: soranews
Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang ya! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^
Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang