Legenda Akabeko – Sebuah Cerita Kuno Dari Jepang

Episode 1102 (JPN) / 1160 (INT) dari seri anime Detective Conan menampilkan fakta unik mengenai Legenda Akabeko

Untuk kalian yang mengikuti anime Detective Conan, pada episode 1102 (JPN) / 1160 (INT) yang berjudul “Akabeko and Three Lucky Men” pasti mengetahui fakta unik di balik patung Akabeko ini.

Saat Titipers berkunjung ke Aizu-Wakamatsu, tepat di pintu keluar stasiun JR, Titipers akan disambut dengan sebuah patung sapi berwarna merah yang besar. Itulah Akabeko, simbol dari Aizu.

Akabeko berarti “sapi merah” dan pada awalnya hanya berupa sebuah boneka tradisional berbandul, dibuat dengan pengecatan dan dipernis bubur kertas. Kini, akabeko tersedia dalam berbagai macam merchandise seperti tali telepon, gantungan kunci, atau pin.

Namun, tak sembarang mainan tradisional, akabeko mempunyai ceritanya tersendiri.

KISAH AKABEKO

Lebih dari 1000 tahun yang lalu, di Yanaizu, sebuah kota yang tidak jauh dari Aizu-Wakamatsu, dimulailah pembangunan Enzo-ji yang merupakan sebuah kuil yang sangat penting. Kayu yang dibutuhkan untuk konstruksinya diangkut oleh seekor lembu, dan setelah pembangunan itu selesai lembu itu tidak mau meninggalkan kuil ini. Lalu, penduduk setempat akhirnya mengijinkan lembu itu untuk tinggal di kuil dan menamainya akabeko, dan lembu itu menjadi simbol pengabdian kepada Buddha. Bertahun-tahun kemudian, pada abad ke-16, benteng dari Aizu-Wakamtsu, Tsuruga-jou, menjadi markas dari daimyo Gamou Ujisato dan ketika ia mendengar legenda ini, dia kemudian memiliki sebuah ide untuk membuat mainan berdasarkan akabeko. Tetapi setelah itu, epidemi cacar melanda daerah di sana dan seseorang melihat bahwa anak-anak yang memiliki mainan lembu merah itu tidak terkena cacar, dan karena itu di Jepang warna merah disimbolkan sebagai perlindungan terhadap penyakit, akabeko menjadi jimat agar mempunyai kesehatan yang baik.

blog-legenda akabeko-1

PEMBUATAN AKABEKO

blog-legenda akabeko-2
cetakan ‘hariko’ yang dicat merah dikeringkan di samping potongan putih yang tidak dicat

Akabeko dibuat dengan metode hariko (papier-mâché), yaitu cetakan kayu berukir yang dibungkus dengan washi (kertas jepang) yang telah direndam dalam campuran lem dan kapur yang disiapkan secara khusus. Setelah kering, strukturnya dibelah untuk menghilangkan cetakan kayu dan lapisan washi, selanjutnya diaplikasikan untuk menyatukan kembali kedua bagian tersebut. Terakhir, bagian cetakan dicat. Untuk mendapatkan gerakan kepala yang terombang-ambing, kepala dan leher yang dibentuk digantung pada seutas tali kemudian dilekatkan pada badan berongga.

BACA JUGA: Benteng Goryokaku di Hokkaido – Situs Sejarah yang Menjadi Latar Film Detektif Conan

Begitulah, terkadang para penulis di Jepang memasukkan beberapa unsur budaya dan legenda di dalam karyanya. Hal ini tentu saja berfungsi ganda selain sebagai hiburan namun juga bisa digunakan sebagai pengenalan budaya Jepang ke dunia.

Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^

Sumber gambar: japanhouselondon

Jangan lupa ikuti juga media sosial Titip Jepang:

Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *