Bos Tesla dan SpaceX, Elon Musk, baru-baru ini bikin heboh warganet, terutama Jepang. Hal ini lantaran cuitan pada akun Twitter-nya pada hari Selasa (8/5) yang menyatakan bangsa Jepang akan punah jika angka kelahiran lebih rendah daripada angka kematian.
“Dengan risiko menyatakan yang sudah jelas, kecuali ada perubahan yang menyebabkan angka kelahiran melebihi angka kematian, Jepang pada akhirnya akan lenyap. Ini akan menjadi kerugian besar bagi dunia.” Begitu isi cuitan Elon Musk menanggapi pemberitaan tentang penurunan populasi Jepang.
Banyak yang memberikan tanggapan atas cuitan Elon Musk itu, salah satunya adalah mantan pesepakbola asal Jepang, Keisuke Honda. Dia mengamini pernyataan Elon Musk sekaligus menantang dirinya. “Itu benar. Tapi apa yang akan Anda ubah jika Anda adalah Perdana Menteri Jepang.” Tulisnya.
Lalu, ada pula yang memberikan solusi, sebaiknya Jepang menerima imigran luar untuk mencegah penurunan populasi. Hal ini bisa diliat sekarang, hampir 3 juta orang asing tinggal di Jepang, yang kebanyakan berasal dari Tiongkok, Korea, dan Vietnam. Pernyataan itu mendapat kritikan dari orang-orang karena hal itu bisa memicu menghilangnya identitas bangsa Jepang asli, yang meliputi ras, budaya, dan nilai kehidupan.
Tingkat Kelahiran Jepang Menurun Tiap Tahunnya
Chart By Sdgedfegw – Own work, CC BY-SA 4.0, on Commons Wikimedia
Populasi Jepang pada tahun 2021 mencapai 125,5 Juta. Angka ini menurun 644.000 orang dibanding tahun 2020 sebelumnya. Bahkan, berdasarkan data pada bulan April 2022, populasi Jepang menurun menjadi 125,2 Juta.
Penduduk Jepang, pada awalnya mengalami lonjakan yang besar hingga periode 1980-an. Pahun 1940 penduduk Jepang mencapai 73 juta orang, 40 tahun kemudian, di tahun 1980 penduduk Jepang mencapai 117 juta orang. Ini berarti, ada peningkatan 45 juta orang pada saat itu. Lalu 40 tahun setelahnya, tepatnya tahun 2020, peningkatan penduduk hanya mencapai 8 juta orang.
Sejak tahun 1980-an, pertumbuhan penduduk Jepang melambat tiap tahunnya. Puncaknya terjadi pada tahun 2008, penduduk Jepang saat itu mencapai 128,1 juta orang. Setelah itu, populasi Jepang terus mengalami penurunan.
Apa Penyebab Penurunan Populasi Jepang
Banyak pemuda Jepang yang merasa kesulitan dalam menghadapi pekerjaan dan mendapatkan banyak uang. Sehingga mereka menunda untuk menikah dan punya anak, bahkan tak jarang hal ini bisa kebablasan hingga mereka tidak menikah di usia tua.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan the Atlantic, laki-laki Jepang masih menjadi tumpuan keluarga. Sedikitnya lapangan kerja, membuat pria-pria memutuskan tidak menikah.
Hal ini karena adanya tren “pekerjaan tidak tetap” yang terjadi di Jepang. Pasca Perang Dunia II, di Jepang masih memiliki budaya “pekerjaan tetap”, sehingga orang-orang memiliki kejelasan karir jangka panjang. Namun, pada tahun 1990, pemerintah Jepang merevisi aturan perburuhan yang memungkinkan penggunaan pekerja sementara lebih luas serta pekerja kontrak yang dipekerjakan perusahaan perantara. Karena itulah, perusahaan-perusahaan di Jepang tidak memberikan kontrak jangka panjang kepada pekerja.
Karena ketidakpastian pekerjaan, serta tingginya biaya hidup, membuat banyak orang ragu untuk memiliki anak. Apalagi biaya untuk membesarkan anak itu cukup besar, terutama di kota Tokyo dan Osaka.
Bahkan, ketika mereka mendapatkan pekerjaan, orang Jepang waktunya akan sibuk pada pekerjaan. Tak terkecuali pada pekerja kantoran wanita. Karena kesibukkan itu, mereka yang sudah mapan finansial pun tidak sempat mencari pasangan, bahkan mempunyai anak.
Pada budaya Jepang, para wanita nya memiliki peran untuk membesarkan anak dan mengurus orang tua. Oleh sebab itulah, banyak wanita Jepang yang fokus pada karier dan mengumpulkan banyak uang sebelum menikah dan punya anak. Karena menunda pernikahan, membuat usia produktif wanita Jepang jadi pendek, sehingga mereka kadang kesulitan untuk memiliki anak.
Upaya Untuk Menanggulangi Penurunan Populasi
Pemerintah Jepang telah berupaya dalam mendorong warganya untuk memiliki anak. Di antaranya adalah dengan memberikan insentif kepada pasangan yang menikah. Setelah istrinya hamil, mereka juga mendapatkan bantuan dana melahirkan. Bahkan pemerintah akan memberikan biaya sekolah kepada anak mereka hingga berumur 12 tahun.
Selain itu, pemerintah Jepang memberikan hak cuti melahirkan dan mengurus anak, totalnya adalah 98 hari. Lalu, menambah fasilitas penitipan anak.
Namun, ada kendala terhadap program pemerintah Jepang itu, yaitu bantuan dana hanya untuk masyarakat kurang mampu. Program subsidii pernikahan belum merata di seluruh negara Jepang. Untuk fasilitas penitipan anak, masih banyak tempat yang belum mendapatkan subsidi pemerintah. Bahkan, untuk penitipan anak dari swasta, biayanya tergolong mahal.
Strategi lain adalah dengan mengembangkan A.I atau Artificial Intelligenci (Kecerdasan Buatan) yang nantinya menjadi agen perjodohan para pemuda dan pemudi Jepang.
Perdana Menteri Jepang, Yoshihide Suga, menunjuk Tetsuhi Sakamoto menjadi Menteri Kesepian. Kementerian itu bertugas mengurusi kesepian dan isolasi yang belakangan terjadi karena adanya pandemi. Hal ini diperparah karena meningkatnya angka bunuh diri di Jepang.
“Wanita lebih menderita (daripada pria), dan jumlah kasus bunuh diri sedang meningkat. Saya harap Anda akan mengidentifikasi masalah dan mempromosikan langkah-langkah kebijakan secara komprehensif,” kata Suga kepada Sakamoto dalam sebuah pertemuan.
Animanga SPYxFAMILY, Obat Kerinduan Orang Jepang Akan Keluarga
Anime SPYxFAMILY telah tayang perdana sejak 9 April lalu. Anime ini bercerita tentang keluarga palsu, ayah seorang mata-mata, ibu seorang pembunuh bayaran, dan anak adalah orang yang bisa baca pikiran. Seorang mata-mata yang sedang menyamar di negara musuh untuk mencegah perang terjadi. Dia harus mengadopsi anak untuk dimasukkan ke sekolah elite negara itu, agar bisa bertemu dengan target utama, seorang ketua partai. Untuk itulah dia menciptakan keluarga palsu. Sementara sang ibu, untuk menyamarkan identitasnya sebagai pembunuh bayaran, dia harus menikah agar tidak dicurigai.
Mereka semua masing-masing identitasnya dari anggota keluarga lainnya. Walaupun mereka hanyalah keluarga palsu, mereka memiliki kehangatan layaknya sebuah keluarga. Bagaimana sang ayah, Loid, memanjakan anak dan istrinya. Lalu sang ibu, Yor, walaupun dia tau Anya bukanlah anak kandung, tapi dia berusaha agar bisa menyayangi seperti anak sendiri.
Kehangatan keluarga pada anime tersebut bisa menjadi gambaran bagaimana orang Jepang merindukan sebuah keluarga. Orang Jepang mungkin akan berpikir bahwa mereka mengingkan sebuah kehangatan keluarga seperti di anime SPYxFAMILY. Bekerja siang malam, tentunya membuat orang menginginkan ada yang menyambut mereka ketika pulang. Hal itu terjadi pada anime tersebut.
Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^
Sumber: Twitter Elon Musk, kumparan
Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang