Fakta Yandere yang Belum Kamu Ketahui

Pertengahan Mei 2019, media massa dan jejaring sosial Jepang gempar oleh sosok bernama Takaoka Yuka. Gadis berusia 21 tahun ini ditemukan oleh saksi mata sedang bermandikan darah di bagian lobi sebuah apartemen di Shinjuku, Tokyo. Di sebelahnya, seorang pria berusia 20 tahunan tak sadarkan diri, dengan luka tusuk besar hingga menjadi seperti lubang di dadanya. Pengakuan Takaoka Yuka setelah diamankan oleh polisi membuat berita ini semakin viral. Dia berujar “Aku sangat suka, sangat suka sampai tidak bisa berbuat apa-apa” (「好きで好きで仕方なかった」). Viralnya berita ini kemudian menyebar ke penjuru dunia. Hal menarik untuk diperhatikan pada kasus ini, adalah istilah “yandere” yang ikut mencuat. Sebenarnya apa sih yandere itu?

Bagi penggemar anime atau manga, mungkin sudah tidak asing dengan istilah ini. Yandere berasal dari dua kata, “yandeiru” (病んでいる) yang berarti “sakit” dan “dere” (デレ) yang merepresentasikan karakter dalam percintaan yang “deredere” (dapat diterjemahkan sebagai mencintai atau kasih sayang). Gabungan dari keduanya berarti afeksi berlebihan yang menyebabkan kondisi mental sakit atau tidak normal. Wujud dari keinginan merasakan dengan lebih kuat kesungguhan dan kebaikan pasangan. Yandere mempunyai obsesi terhadap orang yang mereka sayangi sehingga rela melakukan segalanya, bahkan hal yang gak masuk logika sekalipun seperti membunuh orang lain.

 

 

Yandere mulai populer sejak dirilisnya game dewasa “School Days” di tahun 2005 dengan karakter Kotonoha Katsura dan Sekai Saionji yang afeksinya bisa berujung pada kematian tokoh yang terlibat. Kemudian disusul oleh perilisan anime “SHUFFLE!” yang memunculkan karakter Kaede Fuyou di tahun yang sama. Perilisan karya dengan memasukkan karakter yandere kemudian menjadi trend tersendiri.

Meskipun “School Days” dan “SHUFFLE!” disebut sebagai yang memulai trend yandere, beberapa karya sebelum keduanya sebenarnya sudah ada yang memiliki karakter dengan kecenderungan yandere. Sebut saja Tsukishima Minatsu dari game PC-98 “Kurutta Kajitsu” (“Crazy Fruit”). Tsukishima membutuh wanita di sekitar karakter utama karena dorongan perasaan ingin memonopoli, tetapi akhirnya karakter utama malah bunuh diri.

 

Ketiga contoh karakter di atas menunjukkan afeksi yang mengarah ke tindakan keji. Tetapi sebenarnya sifat yandere tidak selalu mengarah ke pembunuhan. Dengan memahami bahwa yandere adalah salah satu kondisi mental yang tidak sehat, berikut beberapa cirinya:

  • Sering meragukan ketulusan pihak lain. Karena keraguan ini, terkadang seorang yandere jadi membutuhkan bukti ekstrem bahwa dia memang dicintai.
  • Ingin memberikan segalanya kepada yang disukai. Sikap ini terkadang mencapai batas tidak normal, sehingga dirasa mengganggu oleh pasangan. Nah, tanggapan pasangan yang tidak senang dengan afeksi berlebihan ini tidak bisa dipahami oleh seorang yandere dan justru memperparah ke-yandere-annya.
  • Rasa ingin memonopoli yang amat dominan. Begitu ingin memonopoli-nya, hingga mendikte setiap tindakan dan perkataan pasangan agar sesuai dengan keinginannya.
  • Jika afeksinya ditanggapi dengan kebaikan oleh orang yang disukai, maka seorang yandere akan menganggap perasaannya diterima. Terkadang hingga beranggapan sudah menjadi sepasang kekasih padahal tidak terjadi apa-apa. Ini karena kondisi mentalnya yang sulit membedakan kenyataan dan imajinasi.
  • Kemampuan mengumpulkan informasi yang luar biasa. Karena obsesi, seorang yandere ingin mengetahui segalanya mengenai pasangan dan ingin menjadi yang paling tahu mengenai apapun terkait pasangan. Perasaan ini dapat berkembang dari sekadar mencari informasi melalui sumber ketiga menjadi tindakan ekstrim seperti memeriksa seluruh isi telepon genggam.
  • Sering sekali mengontak pasangan. Perasaan ingin dicintai, dan ingin menjadi yang paling dipikirkan menjadikan yandere sering sekali mengontak (telepon, pesan singkat, dan sebagainya). Sikap ini juga dampak dari perasaan ingin mengetahui apa yang sedang dilakukan pasangan setiap detiknya.

Secara sederhana, segala respons positif sekecil apa pun akan memperparah obsesi, sedang segala respons negatif akan memperburuk kondisi mental yandere yang dapat berujung pada tindakan di luar nalar.  Konsep Yandere yang sudah cukup dikenal di antara penggemar anime dan manga, kemudian semakin dikenal luas setelah kasus Takaoka Yuka. Di dalam anime atau manga, karakter yandere terkadang memiliki penggemar tersendiri, tidak berbeda dengan Takaoka Yuka. Dapat dilihat di akun instagram dan twitternya yang dipenuhi dukungan dari mereka yang mengaku penggemarnya walau di sisi lain juga dikecam oleh masyarakat umum.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *