[Mitologi Jepang] Shuten doji – Raja Oni Gunung Oeyama

Shuten dōji adalah raja Oni dari Gunung Oeyama sebelum akhirnya dibunuh oleh Minamoto no Yorimitsu dalam mitologi Jepang. Meski sudah dipenggal, kepala Shuten dōji masih menggigit sang pahlawan, yang menghindari kematian dengan memakai banyak helm di atas kepalanya. Shuten dōji dikenal masyarakat Jepang sebagai salah satu dari tiga yokai terhebat dan paling jahat di Jepang bersama onryō Sutoku Tenno dan Tamamo no Mae si kitsune berekor sembilan yang dikenal dengan sebutan Nihon san Dai Aku Yokai.

BACA JUGA: 10 Makhluk Mitologi dari Cerita Rakyat dan Legenda Jepang

BACA JUGA: Tiga Hantu Pendendam Paling Terkenal di Jepang

BACA JUGA: [URBAN LEGEND] Apa itu Yokai? Mengenal Siluman-Siluman Jepang

Asal Usul Shuten dōji

Shuten doji oleh Toriyama Sekie dalam Konjaku Gazu Zoku Hyakki (wikipedia)

Shuten dōji tidak terlahir sebagai oni. Ada banyak cerita tentang bagaimana dia muncul tetapi kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa Shuten dōji awalnya adalah seorang anak manusia yang lahir lebih dari seribu tahun yang lalu di Shiga (saat ini bernama Toyama). Legenda lainnya mengatakan bahwa ia lahir di Ganbara, Echigo. Ibunya adalah seorang wanita manusia dan ayahnya adalah naga raksasa Yamata no Orochi. Seperti ayahnya, ia juga memiliki kecintaan terhadap sake. Bagaimana dia akhirnya berubah menjadi oni sangat bervariasi, satu kisahnya yang terkenal berbunyi:

Ada seorang anak laki-laki yang secara supernatural kuat dan sangat cerdas untuk anak seusianya. Semua orang di sekitarnya terus-menerus memanggilnya sebagai anak iblis karena kekuatan dan kecerdasannya yang luar biasa, membuat anak itu menjadi sangat anti-sosial dan membenci orang lain.

Pada usianya yang ke-6 tahun, ibunya meninggalkannya sendirian. Ia berakhir sebagai pendeta magang di Gunung Hiei, Kyoto. Tentu saja, dia menjadi yang terkuat dan terpintar di antara para pendeta magang lainnya, membuatnya semakin membenci orang-orang. Akibatnya di mengendurkan studinya dan terlibat perkelahian. Dia juga kecanduan minuman keras yang dilarang bagi para biksu, namun dia meminumnya lebih banyak dari siapapun dan semua orang harus tunduk pada kemauannya. Kesukaannya terhadap alkohol, membuatnya mendapatkan julukan sebagai Shuten dōji, “si pemabuk kecil”.

Pada suatu malam digelarlah festival rakyat di kuil dan Shuten dōji ikut dalam keadaan mabuk berat. Sambil menempelkan topeng oni, dia melompat-lombat dan berteriak menakuti seluruh peserta yang hadir. Setelah merasa puas, tiba-tiba dia berteriak kaget. Pasalnya, topeng oni yang ia kenakan tidak bisa dilepas. Dia pun mengamuk dan lari ke bukit sambil berjanji tidak akan pernah berinteraksi dengan manusia lagi. Dia menjalani kehidupan terasingnya dengan hanya makan dan minum dari ransum yang ia curi dan tetap meneruskan kebiasaan mabuk-mabukannya. Setelah itu, banyak golongan penjahat yang mengikutinya dan menjadi bidak setianya.

blog-legenda jepang yamata no orochi-1

BACA JUGA: [Legenda Jepang] Yamata no Orochi – Naga Berkepala Delapan yang Kerap Muncul di Anime Jepang

Shuten dōji dipercaya memiliki sarang di Gunung Ōe, barat laut kota Kyoto, atau Gunung Ibuki, tergantung versi yang kalian dengar. Teks legenda tertua, Ōeyama Ekotoba (Kisah Gunung Ōe dalam Gambar dan Kata-kata) mencatat namanya. Begitu juga dengan cetakan balok kayu, Otogi Bunko edisi Shibukawa Seiemon. Sedangkan, teks pada Otogi Zōshi di era selanjutnya menjelaskan bahwa sarang Shuten dōji berada di Gunung Ōeyama di barat laut Kyoto, dan secara khusus menyebutkan Senjōdake yang merupakan bagian dari rangkaian pegunungan ini. Namun penelitian yang baru-baru ini dilakukan menetapkan bahwa gunung aslinya adalah Gunung Ōe, lebih jauh ke selatan di tepi barat Kyoto, yang memiliki lereng bernama Oi no Saka.

Legenda Shuten dōji Menurut Teks Tertua Ōeyama Emaki

Adegan dari Oeyama Emaki (museum seni itsuo)

Pada masa pemerintahan Kaisar Ichijō (986 – 1011), sejumlah besar orang dilaporkan hilang di ibu kota Kyoto dengan sebagian besar korbannya adalah wanita muda. Abe no Seimei, peramal onmyōdō terkenal di istana kekaisaran, menetapkan bahwa oni – raja Gunung Ōe (kemudian diidentifikasi sebagai Shuten dōji) bertanggung jawab atas penculikan tersebut. Kaisar kemudian memerintahkan Minamoto no Raikō (Minamoto no Yorimitsu) dan Fujiwara no Hōshō (Fujiwara no Yasumasa) untuk memusnahkannya. Raikō ditemani oleh keempat letnannya yang disebut shitennō sementara Hōshō ditemani satu asisten junior Dazaifu saja. Party itu meninggalkan Kyoto pada tahun 995 untuk memburu Shuten dōji.

BACA JUGA: Abe no Seimei – Onmyoji yang Misterius

Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan sekelompok dewa yang menyamar menjadi manusia dan merekomendasikan mereka untuk menyamar menjadi pendeta yamabushi jika ingin berhasil menemukan Shuten dōji. Melanjutkan perjalanan, mereka menemukan seorang wanita tua yang diculik sedang mencuci pakaian. Wanita tua tersebut menjelaskan bahwa gadis-gadis muda yang diculik Shuten dōji dipaksa menjadi pelayan wanita, tapi para ogre dengan ceroboh membantai gadis-gadis muda tersebut, memakan daging dan meminum darah mereka.

Para utusan Kaisar yang berpura-pura menjadi pendeta meyakinkan raja ogre untuk memberi mereka penginapan. Mereka di jamu dengan sake dan Raja ogre mulai menceritakan kisah tentang dirinya, bagaimana dia dipanggil Shuten dōji oleh bawahannya karena kecintaannya pada sake dan bagaimana para ogre terlantar dari pegunungan Hira ketika kuil Enryaku-ji dibangun di dekatnya, membuat mereka mengungsi ke Gunung Ōe sejak tahun 849.

Raikō kemudian menawarkan Shuten dōji sake yang telah diberkati oleh salah satu dewa dan membuatnya tidak mampu. Ia bersama utusan Kaisar lainnya menyerbu kamar tidur Shuten dōji dan sementara keempat dewa menahan anggota tubuh ogre, Raikō memenggal kepala Shuten dōji dengan pedangnya. Kepala yang terpenggal itu masih hidup dan mengatupkan rahangnya, menyerang kepala Raikō, yang telah diantisipasi oleh prajurit tersebut dengan menumpukkan dua helm anak buahnya selain miliknya sendiri di kepalanya.

Raiko bertarung dengan Shuten dōji dalam Oeyama Emaki edisi abad ke-17 (perpustakaan Chester Beatty)

Kelompok itu akhirnya kembali ke istana kekaisaran dengan membawa kabar kemenangan serta kepala Shuten dōji sebagai buktinya. Kepala oni tersebut lantas dimakamkan di Uji no hōzō di kuil Byōdō-in.

shuten dōji
Sebuah ukiyo-e oleh Yoshitoshi menggambarkan pengikut Minamoto no Yorimitsu, Watanabe no Tsuna, Urabe no Suetake, Usui Sadamitsu, dan Sakata no Kintoki serta bangsawan Fujiwara no Yasumasa melawan Shuten dōji di Oeyama

Legenda Shuten dōji Menurut Otogi Bunko

Versi legenda yang ditemukan di Otogi Bunko Shibukawa telah dicetak dan diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Haruo Shirane dan Noriko T. Reider.

Mengawali kisahnya sesuai dengan yang dituturkan dalam teks tertua Oeyama Ekotoba, di mana orang-orang Kyoto diculik oleh sesuatu. Seorang konselor tengah mencari keberadaan putrinya yang hilang dengan memanggil seorang peramal bernama Muraoka no Masatoki (bukan Seimei seperti yang diceritakan dalam teks lama). Masatoki menyebut setan di Gunung Ōe di provinsi Tanba sebagai pelakunya.

Kaisar Mikado lantas memerintahkan pembentukan pasukan, yang terdiri dari enam pajurit biasa, Minamoto no Raikō dan empat raja penjaga (Shitennō) termasuk Watanabe no Tsuna dan Hōshō. Karena setan yang mereka cari adalah pengubah bentuk dan musuh yang tangguh, kelompok tersebut memutuskan untuk memberi penghormatan kepada tiga kuil: kuil Yawata (Iwashimizu Hachimangū), kuil Sumiyoshi, dan kuil Kumano. Kemudian, mereka bertemu dengan dewa dari tiga kuil tersebut yang menyamar sebagai lelaki tua. Para dewa memberi Raikō Sake ilahi, beracun bagi iblis, yang akan merampas kemampuan para ogre untuk terbang dan membius mereka. Selain itu, Raikō juga menerima helm dari para dewa yang diperintahkan untuk dia pakai ketika memenggal kepala Shuten dōji.

Tepat sebelum mencapai sarang setan tersebut, mereka bertemu dengan sandera yang bekerja sebagai tukang cuci dan mencari informasi darinya. Dia bukanlah seorang wanita tua seperti yang diceritakan dalam teks lama, melainkan putri seorang punggawa berusia antara 17 – 18 tahun. Dia mengungkapkan bahwa sarang yang disebut sebagai Kurogane no gosho tersebut terletak di dalam Gua Iblis (Oni no iwaya) dan memperingatkan mereka tentang empat ogre yang merupakan letnan Shuten dōji.

Seperti yang dijelaskan dalam teks lama, rombongan Raikō berpura-pura menjadi petapa yamabushi sehingga mendapatkan izin masuk ke tempat tinggal Shuten dōji. Raikō menekan kecurigaan para ogre dengan menjelaskan bahwa mereka adalah yamabushi yang mengikuti En no Gyōja, yang penuh kasih dan ramah terhadap setan. Mereka bahkan meminum sake darah dan dengan sepenuh hati memakan daging manusia untuk mendapatkan kepercayaan dari musuhnya lebih dalam. Dalam puncak pestanya, Raikō menawarkan Shuten dōji sake suchi yang beracun bagi setan yang telah diberikan Dewa sebelumnya. Menyebabkan Shuten dōji mulai berceloteh tentang kisah hidupnya yang berasal dari provinsi Echigo (menurut teks ini) dan juga menceritakan bagaimana bawahannya, Ibaraki dōji kehilangan lengannya saat bertemu dengan Tsuna.

Seperti yang diceritakan dalam teks lama, para prajurit melengkapi diri mereka dengan baju besi dan pedang yang tersembunyi di baliknya dan menyerang Shuten dōji di kamar tidurnya. Dibantu dengan ketiga Dewa yang datang, mereka merantai anggota tubuh ogre tersebut ke pilar. Saat Raikō hendak menghunuskan pedangnya, Shuten dōji menyalahkan prajurit tersebut karena taktik liciknya dengan berseru:

“Sungguh menyedihkan, kalian para pendeta! Kamu bilang kamu tidak berbogong. Tidak ada yang salah dalam perkataan setan.”

Para prajurit menyerang dengan pedang mereka dan memenggal kepala Shuten dōji, tapi seperti yang dijelaskan dalam teks lama, kepala Shuten dōji yang terpenggal tetap berusaha menyerang Raikō, menggigitnya. Tapi, Raikō melindungi dirinya dengan dua helm yang ditumpuk di kepalanya: helm Lion King miliknya dan helm yang diberikan kepadanya oleh para Dewa. Selanjutnya, Ibaraki dōji dan Watanabe no Tsuna kembali terlibat dalam pertarungan berkepanjangan dan saat mereka bergulat, Raikō berhasil memenggal kepala Ibaraki dōji. Para tahanan wanita kemudian dibebaskan dan mereka kembali ke istana kekaisaran dengan kemenangan.

Dalam Kebudayaan Populer

Shuten dōji banyak muncul dalam budaya populer Jepang seperti animemanga, film, dan juga video game. Dalam game Persona 4 yang diproduksi oleh Atlus, dia muncul sebagai tokoh pendamping tokoh utama untuk menyelesaikan misi dan sebagai senjata. Sedangkan dalam game Fate/stay night Fate/Grand Order, ia digambarkan sebagai karakter oni yang pertama kali muncul dan pelayan kelas Assassin yang dapat dipanggil oleh karakter protagonis. Dia menjadi salah satu karakter ikonik dalam game tersebut. Mudah dikenali karena tanduknya, warna kulit yang pucat, rambut ungu, dan cara berpakaian serta kepribadiannya yang seksi.

Ia juga muncul dalam manga Legend of Shutendoji karya Go Nagai yang menggabungkan unsur cerita rakyat Jepang dengan fiksi ilmiah. Seri ini diadaptasi menjadi empat episode OVA pada tahun 1989 dan berakhir pada tahun 1991. Sekuelnya yang berjudul Gomaden Shutendoji diterbitkan dalam majalah Champion Red. 

Ia bahkan juga dijadikan sebagai referensi dalam pembuatan karakter Kaido di One Piece. Digambarkan memiliki ukuran tubuh yang sangat besar, kebal, dan dapat berubah wujud menjadi naga, serta memiliki visual yang menyeramkan. Kalian juga akan menemukannya sebagai salah satu karakter utama manga Lord of the Myriad Demons.

Ikuti terus berita-berita terbaru di kanal Titip Jepang. Yuk baca artikel lainnya lainnya di sini!

sumber: wikipedia ; mythus.fandom

Jangan lupa ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *